31 Desember, 2010
Selamat Tahun Baru 2011
Malam ini aku terpekur …
Sendiri aku mencoba mengais rentetan masa silam di 365 hari lalu
365 hari di tahun 2010 yang berisi banyak kejadian, berisi banyak momentum, berisi banyak kisah dan berisi banyak hikmah
365 hari itu mewarnai kehidupanku
356 hari itu mencoretkan garis-garis dalam kehidupanku
365 hari itu membuat bidang-bidang dalam kehidupanku
365 hari yang cerah – kelabu – ceria – sedih – gembira – berisi apresiasi – dihujat – ditampik – dicuekin – dipuji – menangis – tertawa – kehilangan – mendapatkan – bertambah – berkurang
Malam ini aku masih terpekur ….
Tanda-tanda diwajahku bertambah kerutannya
Tanda-tanda semakin menua terus terprasasti di raut wajahku
Tanda-tanda yang tidak mungkin aku hilangkan
Mungkin bisa aku samarkan, tetapi aku tidak mungkin menipu bertambahnya usia dan berkurangnya jatah hidup didunia
Dalam terpekurku malam ini ....
Aku merasa menjadi seorang super hero
Aku merasa menjadi seorang yang gagah berani
Aku merasa menjadi seorang yang sukses
Aku merasa menjadi seorang yang berbahagia
Juga aku merasa sedang teraniaya
Juga aku merasa sedang menjadi pecundang
Juga aku merasa sedang berada di titik nadir
Juga aku merasa sedang menjadi manusia tak berguna
Dalam terpekurku malam ini ....
Dunia sedang menjauhi aku
Kebaikan sedang pergi meninggalkan aku
Kenyamanan hidup sedang jijik padaku
Kekayaan sedang malas masuk ke pundi-pundi hartaku
Hmmmm .....tapi boleh jadi dunia ini juga ternyata berpihak padaku
Kejayaan melanda kehidupanku
Glamour sedang menjadi trendsetter-ku
Gemilang dunia sedang aku genggam
Pucuk malam ini aku berada dalam gempita
Pucuk malam ini aku berada dalam temaram
Pucuk malam ini aku berada dalam gemilang
Pucuk malam ini aku berada dalam kelam
Pucuk malam ini aku berada dalam sebuah nuansa yang aku bangun 365 hari yang lalu
Perlahan mataku menerawang .... bola mataku menengadah dan mendesiskan huruf-huruf terlafalkan ....
Semoga .... di 365 hari berikut
Aku dapat merencanakan tata titi kehidupan
Aku dapat mentatihkan langkah menyusuri kehidupan
Aku dapat memupuk pohon kehidupan yang sudah aku tanam
Aku dapat membasmi hama yang mengotori kehidupan
Aku dapat menjaga bunga ... dan menjadikannya buah
Aku dapat memetik buah itu ... dan aku dapat merasakan manis – legitnya
Semoga ..... di 365 hari berikut
Aku mampu mengguratkan senyum lebar diwajahku
Aku mampu mewarnai hariku dengan warna-warna cerah merangsang
Aku mampu mencatat apresiasi setinggi langit
Aku mampu mengisi pundiku dengan harta halal tanda keberhasilanku
Aku mampu mengukir nama terindah dalam prasasti kehidupan
Aku mampu berguna bagi orang lain
Aku mampu berbagi lebih banyak
Aku mampu membuka hati bagi welas asih
Aku mampu menjadi tangan diatas yang tidak silau dengan riya’
Aku mampu menjadi manusia yang dapat diandalkan dan membanggakan
Ujung hari ini ... awal hari baru
Tanpa sadar tanganku menengadah
Tanpa sadar bibirku bergetar
Tanpa sadar tubuhku berguncang
Tanpa sadar kata-kata terbata-bata meluncur ikhlas ...
Yaa Illahi Robbi, Yang Maha Kuasa
Yaa Illahi Robbi, Yang Maha Pemurah
Yaa Illahi Robbi, Yang Maha Penyayang
Kulantunkan do’a sebagai syarat penghabisan sebuah harap
Kulantunkan do’a sebagai kunci pintu kasihMu
Kulantunkan do’a sebagai rayuan bagiMu
Kulantunkan do’a sebagai tonggak keputusan atas rencana
Yaa Illahi Robbi, Yang Maha Pengasih
Yaa Illahi Robbi, Yang Maha Memberi
Yaa Illahi Robbi, Yang Maha Mengatur
Akhirnya .... kuserahkan semuanya padaMu
Biarkan aku berikhtiar agar kucapai cita
Biarkan aku berusaha agar belas kasihMu berubah menjadi ridlo
Biarkan aku melakukan agar semuanya tidak gratisan
Biarkan aku berhasil .... karena Engkau merestui
..... akhirnya tergelincirlah bulan diatas ubun-ubun .... hari baru telah tiba
Dan .... aku terbangun dari keterpekuran, karena aku adalah pengisi hari-hari yang indah
29 Desember, 2010
GARUDA DIDADAKU
Sebuah luka kembali menganga dari torehan kekalahan Tim Nasional Indonesia di Final Piala Suzuki AFF 2010 dengan agregat 4 - 2. Tentunya sangat menyesakkan dan tentunya sangat membuat lemas seluruh persendian rakyat Indonesia, minimal sesaat ... atau juga bisa menjadi torehan yang sangat dalam dan berpotensi membusuk.
Kekalahan dari Malaysia, bukan dari Laos atau dari Philipina atau dari Vietam atau dari Brunei Darussalam atau dari Timor Leste sekalipun. Tentunya kekalahan dari negara serumpun ini sangat membuat angka psikologis yang tertekan dan semakin berat, disamping adanya beberapa kasus yang terjadi dengan Malaysia, juga suatu hal yang sangat miris dimana anggota skuad Tim Nasional Malaysia berisikan pemain lokal yang masih muda dan pelatih yang juga pelatih lokal, memberi satu petunjuk betapa terprogramnya pola mereka dalam melakukan pembinaan pesepakbolaan.
Sementara dipihak Indonesia, sangat terasa sekali satu nilai yang bergeser. Tim Nasional yang diharapkan dapat mengangkat moral bangsa, dapat mengembalikan supremasi sepakbola dikancah regional seakan surut. Supporter yang kembali bergairah untuk hadir di Gelora Bung Karno merupakan jawaban atas hausnya rakyat pecinta bola dengan prestasi yang lama tidak menghampiri negara dengan pilihan pemain yang sangat banyak diantara 230 juta jiwa. Tidak hanya itu, geliat perekonomian rakyat kembali terhentak dengan laris manisnya penjualan kaos Tim Nasional setelah sebelumnya didominasi kaos dari klub dan tim nasional luar negeri. Setiap orang di seluruh sudut wilayah hampir kebanyakan berbicara tentang Irfan Bachdim, Christian ”El Loco” Gonzales, Firman Utina, Okta Maniani, Bambang Pamungkas atau Markus Haris Maulana, sehingga banyak kaum adam Indonesia yang agak ’jeles’. Minimal sampai menjelang final melawan Malaysia di Stadion Bukit Jalil, kebanyakan akun jejaring sosial, seperti Facebook, Twitter atau Plurk, juga blog dan artikel-artikel di media massa dan elektronik ramai membicarakan prestasi mengejutkan sekaligus menggembirakan. Akhirnya semuanya sirna sejak tanggal 26 Desember lalu ... meski berduyun-duyun supporter Indonesia ’ngeluruk’ ke Stadion Bukit Jalil di Kuala Lumpur dengan seluruh atribut lengkap ditambah dengan toleransi yang begitu besar atas perlakuan panitia lokal PSSI (LOC) dalam pengaturan penjualan ticket pertandingan di GBK, kita kalah 0 – 3.. Dengan pompa semangat yang masih ada, kesempatan kedua di tanggal 29 Desember di rumah sendiri Gelora Bung Karno, kembali Tim Indonesia harus mengakui seluruh kemampuan yang ada pada Tim Nasional Malaysia. Ketegangan sudah muncul sejak awal pertandingan yang ditandai dengan gagalnya tendangan penalti sang kapten Firman Utina, dan ini jelas membuat skuad Tim Nasional Malaysia bergembira sehingga mampu mencuri gol terlebih dahulu dan itu menjadi beban berat. Gol penghibur Ahmad Nasuha dan tendangan defleksi M. Ridwan menjadi gol terakhir pada seluruh rangkaian kejuaraan piala Suzuki AFF 2010, seluruh penonton di Gelora Bung Karno yang berharap sebuah perubahan hanya bisa terdiam dalam kemenangan 2 – 1 difinal leg kedua dan menyirnakan seluruh harapan yang ada.
Seperti banyak orang bijak manyatakan untuk ”Menunda Kenikmatan” atau ”Ada tangis dalam Kegembiraan Berlebihan” atau ”Jangan Cepat Berpuas Diri” atau ”Jangan Meremehkan Orang lain” dan banyak kata-kata bijak lainnya seakan dilupakan dan tidak menjadi ’koco brenggolo’. Eufora kegemilangan Tim Nasional Indonesia dengan luar biasanya, melaju dengan kemenangan terus menerus di tiga laga penyisihan dan dua laga semifinal telah menyilaukan mata hampir seluruh pengurus PSSI. Mereka mengusung seluruh skuad merah putih seakan sudah menjadi Juara Dunia, seakan Malaysia yang dihantam 5 – 1 dipenyisihan, akan mampu disikat, minimal dengan angka yang sama. Tetapi ternyata mereka melalui FAM-nya benar-benar mampu belajar dan bebenah diri, menghindari publikasi, menyiapkan laga semifinal dengan baik sehingga menghancurkan Laos 2 – 0 di Bukit Jalil dan memaksa Laos gigit jari dengan bermain sangat defensif dan memaksakan skor akhir 0 – 0 tidak menjadi pantauan Tim Nasional Indonesia, dengan santainya pengurus PSSI mengajak beranjang sana ke mana-mana, pemain dielu-elukan pawa wanita dan akhirnya mempolitisir pesepakbolaan Indonesia. Stasiun Televisi Swasta mengusung anggota Tim Nasional dalam banyak event wawancara juga para istri mereka, seakan mereka adalah juara. Kembali lengah, istighosah ke Pondok pesantren di 16 jam sebelum pertandingan dan pengaturan jadual internal PSSI yang ngawur menjadikan berantakan seluruh pola permainan, mereka jadi manja, termasuk saat ada kelebatan sinar laser berwarna hijau di wajah sang kiper Markus Horison di menit ke-51 saat Final Leg pertama seakan menjadi pengantar mula malapetaka, akhirnya tiga gol tanpa balas dituai.
Tentunya nasi sudah menjadi bubur, semuanya tidak akan kembali dan seluruh penyesalan menjadi tidak berguna. Tidak ada hal yang sementara ini bisa dibanggakan, tetapi ada beberapa hal yang dapat dipetik :
1. Tim Nasional memiliki potensi luar biasa yang tentunya dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi pembinaan berkelanjutan dimasa mendatang
2. Mental pengurus PSSI dan seluruh stake holder yang menaungi pesepakbolaan Indonesia harus dibenahi agar pembinaan sepakbola Indonesia benar-benar menuju prestasi yang membanggakan
3. Belajar dari Malaysia yang segera melakukan pembenahan untuk berprestasi lebih baik. Model pembinaan yang sangat mantap, terbukti dengan seluruh pemain yang merupakan pemain lokal hasil kompetisi mereka ditambah pelatih nasional yang juga pelatih lokal serta umur pemain yang masih muda
4. Bersatunya seluruh pelaku, pemerhati dan stake holder terkait sepakbola nasional untuk kembali menyamakan visi dan misi, melaksanakan pembinaan berjenjang serta melakukan pembinaan matang mulai dari akar dan tidak saling berseberangan satu sama lain
5. Supporter Tim Nasional yang sangat fanatik dan siap mendukung, terbukti dengan antusiasme yang sangat besar dan terus menerus dari seluruh elemen masyarakat dalam mendukung pesepakbolaan nasional
6. Garuda Didadaku ....
Sebuah luka kembali menganga dari torehan kekalahan Tim Nasional Indonesia di Final Piala Suzuki AFF 2010 dengan agregat 4 - 2. Tentunya sangat menyesakkan dan tentunya sangat membuat lemas seluruh persendian rakyat Indonesia, minimal sesaat ... atau juga bisa menjadi torehan yang sangat dalam dan berpotensi membusuk.
Kekalahan dari Malaysia, bukan dari Laos atau dari Philipina atau dari Vietam atau dari Brunei Darussalam atau dari Timor Leste sekalipun. Tentunya kekalahan dari negara serumpun ini sangat membuat angka psikologis yang tertekan dan semakin berat, disamping adanya beberapa kasus yang terjadi dengan Malaysia, juga suatu hal yang sangat miris dimana anggota skuad Tim Nasional Malaysia berisikan pemain lokal yang masih muda dan pelatih yang juga pelatih lokal, memberi satu petunjuk betapa terprogramnya pola mereka dalam melakukan pembinaan pesepakbolaan.
Sementara dipihak Indonesia, sangat terasa sekali satu nilai yang bergeser. Tim Nasional yang diharapkan dapat mengangkat moral bangsa, dapat mengembalikan supremasi sepakbola dikancah regional seakan surut. Supporter yang kembali bergairah untuk hadir di Gelora Bung Karno merupakan jawaban atas hausnya rakyat pecinta bola dengan prestasi yang lama tidak menghampiri negara dengan pilihan pemain yang sangat banyak diantara 230 juta jiwa. Tidak hanya itu, geliat perekonomian rakyat kembali terhentak dengan laris manisnya penjualan kaos Tim Nasional setelah sebelumnya didominasi kaos dari klub dan tim nasional luar negeri. Setiap orang di seluruh sudut wilayah hampir kebanyakan berbicara tentang Irfan Bachdim, Christian ”El Loco” Gonzales, Firman Utina, Okta Maniani, Bambang Pamungkas atau Markus Haris Maulana, sehingga banyak kaum adam Indonesia yang agak ’jeles’. Minimal sampai menjelang final melawan Malaysia di Stadion Bukit Jalil, kebanyakan akun jejaring sosial, seperti Facebook, Twitter atau Plurk, juga blog dan artikel-artikel di media massa dan elektronik ramai membicarakan prestasi mengejutkan sekaligus menggembirakan. Akhirnya semuanya sirna sejak tanggal 26 Desember lalu ... meski berduyun-duyun supporter Indonesia ’ngeluruk’ ke Stadion Bukit Jalil di Kuala Lumpur dengan seluruh atribut lengkap ditambah dengan toleransi yang begitu besar atas perlakuan panitia lokal PSSI (LOC) dalam pengaturan penjualan ticket pertandingan di GBK, kita kalah 0 – 3.. Dengan pompa semangat yang masih ada, kesempatan kedua di tanggal 29 Desember di rumah sendiri Gelora Bung Karno, kembali Tim Indonesia harus mengakui seluruh kemampuan yang ada pada Tim Nasional Malaysia. Ketegangan sudah muncul sejak awal pertandingan yang ditandai dengan gagalnya tendangan penalti sang kapten Firman Utina, dan ini jelas membuat skuad Tim Nasional Malaysia bergembira sehingga mampu mencuri gol terlebih dahulu dan itu menjadi beban berat. Gol penghibur Ahmad Nasuha dan tendangan defleksi M. Ridwan menjadi gol terakhir pada seluruh rangkaian kejuaraan piala Suzuki AFF 2010, seluruh penonton di Gelora Bung Karno yang berharap sebuah perubahan hanya bisa terdiam dalam kemenangan 2 – 1 difinal leg kedua dan menyirnakan seluruh harapan yang ada.
Seperti banyak orang bijak manyatakan untuk ”Menunda Kenikmatan” atau ”Ada tangis dalam Kegembiraan Berlebihan” atau ”Jangan Cepat Berpuas Diri” atau ”Jangan Meremehkan Orang lain” dan banyak kata-kata bijak lainnya seakan dilupakan dan tidak menjadi ’koco brenggolo’. Eufora kegemilangan Tim Nasional Indonesia dengan luar biasanya, melaju dengan kemenangan terus menerus di tiga laga penyisihan dan dua laga semifinal telah menyilaukan mata hampir seluruh pengurus PSSI. Mereka mengusung seluruh skuad merah putih seakan sudah menjadi Juara Dunia, seakan Malaysia yang dihantam 5 – 1 dipenyisihan, akan mampu disikat, minimal dengan angka yang sama. Tetapi ternyata mereka melalui FAM-nya benar-benar mampu belajar dan bebenah diri, menghindari publikasi, menyiapkan laga semifinal dengan baik sehingga menghancurkan Laos 2 – 0 di Bukit Jalil dan memaksa Laos gigit jari dengan bermain sangat defensif dan memaksakan skor akhir 0 – 0 tidak menjadi pantauan Tim Nasional Indonesia, dengan santainya pengurus PSSI mengajak beranjang sana ke mana-mana, pemain dielu-elukan pawa wanita dan akhirnya mempolitisir pesepakbolaan Indonesia. Stasiun Televisi Swasta mengusung anggota Tim Nasional dalam banyak event wawancara juga para istri mereka, seakan mereka adalah juara. Kembali lengah, istighosah ke Pondok pesantren di 16 jam sebelum pertandingan dan pengaturan jadual internal PSSI yang ngawur menjadikan berantakan seluruh pola permainan, mereka jadi manja, termasuk saat ada kelebatan sinar laser berwarna hijau di wajah sang kiper Markus Horison di menit ke-51 saat Final Leg pertama seakan menjadi pengantar mula malapetaka, akhirnya tiga gol tanpa balas dituai.
Tentunya nasi sudah menjadi bubur, semuanya tidak akan kembali dan seluruh penyesalan menjadi tidak berguna. Tidak ada hal yang sementara ini bisa dibanggakan, tetapi ada beberapa hal yang dapat dipetik :
1. Tim Nasional memiliki potensi luar biasa yang tentunya dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi pembinaan berkelanjutan dimasa mendatang
2. Mental pengurus PSSI dan seluruh stake holder yang menaungi pesepakbolaan Indonesia harus dibenahi agar pembinaan sepakbola Indonesia benar-benar menuju prestasi yang membanggakan
3. Belajar dari Malaysia yang segera melakukan pembenahan untuk berprestasi lebih baik. Model pembinaan yang sangat mantap, terbukti dengan seluruh pemain yang merupakan pemain lokal hasil kompetisi mereka ditambah pelatih nasional yang juga pelatih lokal serta umur pemain yang masih muda
4. Bersatunya seluruh pelaku, pemerhati dan stake holder terkait sepakbola nasional untuk kembali menyamakan visi dan misi, melaksanakan pembinaan berjenjang serta melakukan pembinaan matang mulai dari akar dan tidak saling berseberangan satu sama lain
5. Supporter Tim Nasional yang sangat fanatik dan siap mendukung, terbukti dengan antusiasme yang sangat besar dan terus menerus dari seluruh elemen masyarakat dalam mendukung pesepakbolaan nasional
6. Garuda Didadaku ....
21 Desember, 2010
Selamat Hari Ibu
Ibu ….
Tanpa terasa waktu terus menggilas jaman
Tanpa sadar ingatan masa lalu menyandar dipikiran
Mungkin aku tak merasakan saat ada dalam kandungan
Tapi menurut cerita perjuanganmu sangat berat … dan aku percaya
Menurut cerita, saat aku dilahirkan dari rahimmu, antara hidup dan mati … dan aku percaya
Menurut cerita, kisahmu melahirkan aku adalah jihad fii sabilillah … dan aku harus percaya
Ibu ….
Engkau bimbing aku dengan segala kebandelanku
Engkau ajari aku dengan segala kenakalanku
Engkau nasehati aku dengan segala kebodohanku
Engkau tersenyum padaku dengan segala kekesalanku
Engkau sabar dengan segala ketololanku
Ibu ….
Bukan karena latah, aku tuliskan ini
Tapi … saat ini aku rindu dirimu
Rindu bayangmu yang menyejukkan
Rindu dekapanmu yang menghangatkan
Rindu senyummu yang menyamankan
Ibu ….
Belum ada yang bisa aku persembahkan padamu
Belum ada yang bisa aku bangakan untukmu
Belum ada yang bisa mengalahkan ketulusanmu membesarkan aku
Hanya do’a yang bisa aku panjatkan, hanya harap keridloan-Nya yang bisa aku layangkan
Seluruh dunia sepakat … Seluruh dunia mengamini
Selamat Hari Ibu …. Kau tak tergantikan
Colomadu, 22 Desember 2010
Label:
anak,
ibu,
kasih sayang,
lahir,
rahim,
selamat hari ibu
20 Desember, 2010
Gangguan Reproduksi dan Penanggulangannya
Macam Gangguan Reproduksi dan Penanggulangannya
Cacat anatomi saluran reproduksi
Abnormalitas yang berupa cacat anatomi saluran reproduksi ini dibedakan menjadi dua yaitu cacat congenital (bawaan) dan cacat perolehan.
Cacat Kongenital
Gangguan karena cacat kongenital atau bawaan lahir dapat terjadi pada :
Ovarium (indung telur) dan pada saluran reproduksinya. Gangguan pada ovarium meliputi: Hipoplasia ovaria (indung telur mengecil) dan Agenesis ovaria (indung telur tidak terbentuk).
Hipoplasia ovaria, merupakan suatu keadaan indung telur tidak berkembang karena keturunan. Hal ini dapat terjadi secara unilateral maupun bilateral. Apabila terjadi pada salah satu indung telur maka sapi akan menunjukan gejala anestrus (tidak pernah birahi) dan apabila terjadi pada kedua indung telur maka sapi akan steril (majir). Secara perrektal indung telur akan teraba kecil, pipih dengan permukaan berkerut. Agenesis ovaria merupakan suatu keadaan sapi tidak mempunyai indung telur karena keturunan. Dapat terjadi secara unilateral (salah satu indung telur) ataupun bilateral (kedua indung telur).
Cacat turunan juga dapat terjadi pada saluran alat reproduksi, diantaranya :
Freemartin (abnormalitas kembar jantan dan betina) dan atresia vulva (pengecilan vulva). Kelahiran kembar pedet jantan dan betina pada umumnya (lebih dari 92%) mengalami abnormalitas yang disebut dengan freemartin
Abnormalitas ini terjadi pada fase organogenesis (pembentukan organ dari embrio di dalam kandungan), kemungkinan hal ini disebabkan oleh adanya migrasi hormon jantan melalui anastomosis vascular (hubungan pembuluh darah) ke pedet betina dan karena adanya intersexuality (kelainan kromosom). Organ betina sapi freemartin tidak berkembang (ovaria hipoplastik) dan ditemukan juga organ jantan (glandula vesikularis). Sapi betina nampak kejantanan seperti tumbuh rambut kasar di sekitar vulva, pinggul ramping dengan hymen persisten. Sedangkan Atresia Vulva merupakan suatu kondisi pada sapi induk dengan vulva kecil dan ini membawa resiko pada kelahiran sehingga sangat memungkinkan terjadi distokia (kesulitan melahirkan). Penanganannya dengan pemilihan sapi induk dengan skor kondisi tubuh (SKT) yang baik (tidak terlalu kurus atau gemuk serta manajemen pakan yang baik
Cacat perolehan
Cacat perolehan dapat terjadi pada indung telur maupun pada alat reproduksinya. Cacat perolehan yang terjadi pada indung telur, diantaranya:
Ovarian Hemorrhagie (perdarahan pada indung telur) dan Oophoritis (radang pada indung telur). Perdarahan indung telur biasanya terjadi karena efek sekunder dari manipulasi traumatik pada indung telur. Bekuan darah yang terjadi dapat menimbulkan adhesi (perlekatan) antara indung telut dan bursa ovaria (Ovaro Bursal Adhesions/OBA). OBA dapat terjadi secara unilateral dan bilateral. Gejalanya sapi mengalami kawin berulang. Sedangkan Oophoritis merupakan keradangan pada indung telur yang disebabkan oleh manipulasi yang traumatik/ pengaruh infeksi dari tempat yang lain misalnya infeksi pada oviduk (saluran telur) atau infeksi uterus (rahim). Gejala yang terjadi adalah sapi anestrus
Cacat perolehan pada saluran reproduksi, diantaranya:
Salphingitis, trauma akibat kelahiran dan tumor. Salphingitis merupakan radang pada oviduk. Peradangan ini biasanya merupakan proses ikutan dari peradangan pada uterus dan indung telur. Cacat perolehan ini dapat terjadi secara unilateral maupun bilateral. Sedangkan trauma akibat kelahiran dapat terjadi pada kejadian distokia dengan penanganan yang tidak benar (ditarik paksa), menimbulkan trauma/ kerusakan pada saluran kelahiran dan dapat berakibat sapi menjadi steril/ majir. Tumor ovarium yang umum terjadi adalah tumor sel granulosa. Pada tahap awal sel- sel tumor mensekresikan estrogen sehingga timbul birahi terus menerus (nympomania) namun akhirnya menjadi anestrus. Penanganan cacat perolehan disesuaikan dengan penyebab primernya. Jika penyebab primernya adalah infeksi maka ditangani dengan pemberian antibiotika. Perlu hindari trauma fisik penanganan reproduksi yang tidak tepat.
Gangguan fungsional
Salah satu penyebab gangguan reproduksi adalah adanya gangguan fungsional (organ reproduksi tidak berfungsi dengan baik). Infertilitas bentuk fungsional ini disebabkan oleh adanya abnormalitas hormonal. Berikut adalah contoh kasus gangguan fungsional, diantaranya : Sista ovarium, Subestrus dan birahi tenang, Anestrus serta Ovulasi tertunda
Sista ovarium (ovaria, folikuler dan luteal)
Status ovarium dikatakan sistik apabila mengandung satu atau lebih struktur berisi cairan dan lebih besar dibanding dengan folikel masak. Penyebab terjadinya sista ovarium adalah gangguan ovulasi dan endokrin (rendahnya hormon LH). Sedangkan faktor predisposisinya adalah herediter, problem sosial dan diet protein. Adanya sista tersebut menjadikan folikel de graf (folikel masak) tidak berovulasi (anovulasi) tetapi mengalami regresi (melebur) atau mengalami luteinisasi sehingga ukuran folikel meningkat, adanya degenerasi lapisan sel granulosa dan menetap paling sedikit 10 hari. Akibatnya sapi-sapi menjadi anestrus atau malah menjadi nymphomania (kawin terus). Penanganan yang dilakukan yaitu dengan:
Sista ovaria : prostaglandin (jika hewan tidak bunting)
Sista folikel : Suntik HCG/LH (Preynye, Nymfalon) secara intramuskuler sebanyak 200 IU.
Sista luteal : PGH 7,5 mg secara intra uterina atau 2,5 ml secara intramuskuler. Selain itu juga dapat diterapi dengan PRID/CIDR intra uterina (12 hari). Dua sampai lima hari setelah pengobatan sapi akan birahi.
Subestrus dan birahi tenang
Subestrus merupakan suatu keadaan dimana gejala birahi yang berlangsung singkat/ pendek (hanya 3- 4 jam) dan disertai ovulasi (pelepasan telur). Birahi tenang merupakan suatu keadaan sapi dengan aktifitas ovarium dan adanya ovulasi namun tidak disertai dengan gejala estrus yang jelas. Penyebab kejadian ini diantaranya: rendahnya estrogen (karena defisiensi β karotin, P, Co, Kobalt dan berat badan yang rendah). Apabila terdapat corpus luteum maka dapat diterapi dengan PGF2α (prostaglandin) dan diikuti dengan pemberian GnRH (Gonadotropin Releasing Hormon).
Anestrus
Anestrus merupakan suatu keadaan pada hewan betina yang tidak menunjukkan gejala estrus dalam jangka waktu yang lama. Tidak adanya gejala estrus tersebut dapat disebabkan oleh tidak adanya aktivitas ovaria atau akibat aktifitas ovaria yang tidak teramati. Keadaan anestrus dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya yaitu :
a. True anestrus (anestrus normal)
Abnormalitas ini ditandai dengan tidak adanya aktivitas siklik dari ovaria, penyebabnya karena tidak cukupnya produksi gonadotropin atau karena ovaria tidak respon terhadap hormon gonadotropin. Secara perrektal pada sapi dara akan teraba kecil, rata dan halus, sedangkan kalau pada sapi tua ovaria akan teraba irreguler (tidak teratur) karena adanya korpus luteum yang regresi (melebur).
b. Anestrus karena gangguan hormon
Biasanya terjadi karena tingginya kadar progesteron (hormon kebuntingan) dalam darah atau akibat kekurangan hormon gonadotropin.
c. Anestrus karena kekurangan nutrisi
Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan gagalnya produksi dan pelepasan hormon gonadotropin, terutama FSH dan LH, akibatnya ovarium tidak aktif.
d. Anestrus karena genetik
Anestrus karena faktor genetik yang sering terjadi adalah hipoplasia ovarium dan agenesis ovaria.
Penanganan dengan perbaikan pakan sehingga skor kondisi tubuh (SKT) meningkat, merangsang aktivitas ovaria dengan cara pemberian (eCG 3000-4500 IU; GnRH 0,5 mg; PRID/ CIDR dan estrogen).
Ovulasi yang tertunda Ovulasi tertunda (delayed ovulation) merupakan suatu kondisi ovulasi yang tertunda/ tidak tepat waktu. Hal ini dapat menyebabkan perkawinan/ IB tidak tepat waktu, sehingga fertilisasi (pembuahan) tidak terjadi dan akhirnya gagal untuk bunting. Penyebab utama ovulasi tertunda adalah rendahnya kadar LH dalam darah. Gejala yang nampak pada kasus ini adalah adanya kawin berulang (repeat breeding). Terapi yang dapat dilakukan diantaranya dengan injeksi GnRH (100-250 µg gonadorelin) saat IB.
Pustaka
ANONIMUS. 2006. Pejantan Sapi Potong dan Kambing. Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari. Direktorat Jendral Peternakan. Deptan. BOOTHBY, D. AND G.FAHEY, 1995. A Practical Guide Artificial Breeding of Cattle. Agmedia, East Melbourne Vic 3002. pp 127. RIADY, M. 2006. Implementasi Program Menuju Swasembada Daging 2010. Strategi dan Kendala. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak, 5-6 September, 2006.
TOELIHERE, M.R. 1985. Ilmu Kebidanan pada Ternak Sapi dan Kerbau. Penerbit Universitas Indonesia (UI-ress), Jakarta. PRIHATNO,
S.A. 2004. Infertilitas dan Sterilitas. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. EWER, T.K. 1982. Practical Animal Husbandry. Dorset Press, Dorchester.
AFFANDHY, L. 2001. Pengobatan Alternatif pada Ternak Ruminansia dengan Pemanfaatan Tanaman Keluarga dan Jamu Tradisional. Jurnal. Pengembangan Peternakan Tropis (Journal of Tropical Animal Development), 286-296. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.
RATNAWATI, D., WULAN C.P. dan L. AFFANDHY. 2007. Penganan Gangguan Reproduksi Pada Sapi Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Badan Penelitian dan Pengembangan Peternakan Departemen Pertanian
Cacat anatomi saluran reproduksi
Abnormalitas yang berupa cacat anatomi saluran reproduksi ini dibedakan menjadi dua yaitu cacat congenital (bawaan) dan cacat perolehan.
Cacat Kongenital
Gangguan karena cacat kongenital atau bawaan lahir dapat terjadi pada :
Ovarium (indung telur) dan pada saluran reproduksinya. Gangguan pada ovarium meliputi: Hipoplasia ovaria (indung telur mengecil) dan Agenesis ovaria (indung telur tidak terbentuk).
Hipoplasia ovaria, merupakan suatu keadaan indung telur tidak berkembang karena keturunan. Hal ini dapat terjadi secara unilateral maupun bilateral. Apabila terjadi pada salah satu indung telur maka sapi akan menunjukan gejala anestrus (tidak pernah birahi) dan apabila terjadi pada kedua indung telur maka sapi akan steril (majir). Secara perrektal indung telur akan teraba kecil, pipih dengan permukaan berkerut. Agenesis ovaria merupakan suatu keadaan sapi tidak mempunyai indung telur karena keturunan. Dapat terjadi secara unilateral (salah satu indung telur) ataupun bilateral (kedua indung telur).
Cacat turunan juga dapat terjadi pada saluran alat reproduksi, diantaranya :
Freemartin (abnormalitas kembar jantan dan betina) dan atresia vulva (pengecilan vulva). Kelahiran kembar pedet jantan dan betina pada umumnya (lebih dari 92%) mengalami abnormalitas yang disebut dengan freemartin
Abnormalitas ini terjadi pada fase organogenesis (pembentukan organ dari embrio di dalam kandungan), kemungkinan hal ini disebabkan oleh adanya migrasi hormon jantan melalui anastomosis vascular (hubungan pembuluh darah) ke pedet betina dan karena adanya intersexuality (kelainan kromosom). Organ betina sapi freemartin tidak berkembang (ovaria hipoplastik) dan ditemukan juga organ jantan (glandula vesikularis). Sapi betina nampak kejantanan seperti tumbuh rambut kasar di sekitar vulva, pinggul ramping dengan hymen persisten. Sedangkan Atresia Vulva merupakan suatu kondisi pada sapi induk dengan vulva kecil dan ini membawa resiko pada kelahiran sehingga sangat memungkinkan terjadi distokia (kesulitan melahirkan). Penanganannya dengan pemilihan sapi induk dengan skor kondisi tubuh (SKT) yang baik (tidak terlalu kurus atau gemuk serta manajemen pakan yang baik
Cacat perolehan
Cacat perolehan dapat terjadi pada indung telur maupun pada alat reproduksinya. Cacat perolehan yang terjadi pada indung telur, diantaranya:
Ovarian Hemorrhagie (perdarahan pada indung telur) dan Oophoritis (radang pada indung telur). Perdarahan indung telur biasanya terjadi karena efek sekunder dari manipulasi traumatik pada indung telur. Bekuan darah yang terjadi dapat menimbulkan adhesi (perlekatan) antara indung telut dan bursa ovaria (Ovaro Bursal Adhesions/OBA). OBA dapat terjadi secara unilateral dan bilateral. Gejalanya sapi mengalami kawin berulang. Sedangkan Oophoritis merupakan keradangan pada indung telur yang disebabkan oleh manipulasi yang traumatik/ pengaruh infeksi dari tempat yang lain misalnya infeksi pada oviduk (saluran telur) atau infeksi uterus (rahim). Gejala yang terjadi adalah sapi anestrus
Cacat perolehan pada saluran reproduksi, diantaranya:
Salphingitis, trauma akibat kelahiran dan tumor. Salphingitis merupakan radang pada oviduk. Peradangan ini biasanya merupakan proses ikutan dari peradangan pada uterus dan indung telur. Cacat perolehan ini dapat terjadi secara unilateral maupun bilateral. Sedangkan trauma akibat kelahiran dapat terjadi pada kejadian distokia dengan penanganan yang tidak benar (ditarik paksa), menimbulkan trauma/ kerusakan pada saluran kelahiran dan dapat berakibat sapi menjadi steril/ majir. Tumor ovarium yang umum terjadi adalah tumor sel granulosa. Pada tahap awal sel- sel tumor mensekresikan estrogen sehingga timbul birahi terus menerus (nympomania) namun akhirnya menjadi anestrus. Penanganan cacat perolehan disesuaikan dengan penyebab primernya. Jika penyebab primernya adalah infeksi maka ditangani dengan pemberian antibiotika. Perlu hindari trauma fisik penanganan reproduksi yang tidak tepat.
Gangguan fungsional
Salah satu penyebab gangguan reproduksi adalah adanya gangguan fungsional (organ reproduksi tidak berfungsi dengan baik). Infertilitas bentuk fungsional ini disebabkan oleh adanya abnormalitas hormonal. Berikut adalah contoh kasus gangguan fungsional, diantaranya : Sista ovarium, Subestrus dan birahi tenang, Anestrus serta Ovulasi tertunda
Sista ovarium (ovaria, folikuler dan luteal)
Status ovarium dikatakan sistik apabila mengandung satu atau lebih struktur berisi cairan dan lebih besar dibanding dengan folikel masak. Penyebab terjadinya sista ovarium adalah gangguan ovulasi dan endokrin (rendahnya hormon LH). Sedangkan faktor predisposisinya adalah herediter, problem sosial dan diet protein. Adanya sista tersebut menjadikan folikel de graf (folikel masak) tidak berovulasi (anovulasi) tetapi mengalami regresi (melebur) atau mengalami luteinisasi sehingga ukuran folikel meningkat, adanya degenerasi lapisan sel granulosa dan menetap paling sedikit 10 hari. Akibatnya sapi-sapi menjadi anestrus atau malah menjadi nymphomania (kawin terus). Penanganan yang dilakukan yaitu dengan:
Sista ovaria : prostaglandin (jika hewan tidak bunting)
Sista folikel : Suntik HCG/LH (Preynye, Nymfalon) secara intramuskuler sebanyak 200 IU.
Sista luteal : PGH 7,5 mg secara intra uterina atau 2,5 ml secara intramuskuler. Selain itu juga dapat diterapi dengan PRID/CIDR intra uterina (12 hari). Dua sampai lima hari setelah pengobatan sapi akan birahi.
Subestrus dan birahi tenang
Subestrus merupakan suatu keadaan dimana gejala birahi yang berlangsung singkat/ pendek (hanya 3- 4 jam) dan disertai ovulasi (pelepasan telur). Birahi tenang merupakan suatu keadaan sapi dengan aktifitas ovarium dan adanya ovulasi namun tidak disertai dengan gejala estrus yang jelas. Penyebab kejadian ini diantaranya: rendahnya estrogen (karena defisiensi β karotin, P, Co, Kobalt dan berat badan yang rendah). Apabila terdapat corpus luteum maka dapat diterapi dengan PGF2α (prostaglandin) dan diikuti dengan pemberian GnRH (Gonadotropin Releasing Hormon).
Anestrus
Anestrus merupakan suatu keadaan pada hewan betina yang tidak menunjukkan gejala estrus dalam jangka waktu yang lama. Tidak adanya gejala estrus tersebut dapat disebabkan oleh tidak adanya aktivitas ovaria atau akibat aktifitas ovaria yang tidak teramati. Keadaan anestrus dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya yaitu :
a. True anestrus (anestrus normal)
Abnormalitas ini ditandai dengan tidak adanya aktivitas siklik dari ovaria, penyebabnya karena tidak cukupnya produksi gonadotropin atau karena ovaria tidak respon terhadap hormon gonadotropin. Secara perrektal pada sapi dara akan teraba kecil, rata dan halus, sedangkan kalau pada sapi tua ovaria akan teraba irreguler (tidak teratur) karena adanya korpus luteum yang regresi (melebur).
b. Anestrus karena gangguan hormon
Biasanya terjadi karena tingginya kadar progesteron (hormon kebuntingan) dalam darah atau akibat kekurangan hormon gonadotropin.
c. Anestrus karena kekurangan nutrisi
Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan gagalnya produksi dan pelepasan hormon gonadotropin, terutama FSH dan LH, akibatnya ovarium tidak aktif.
d. Anestrus karena genetik
Anestrus karena faktor genetik yang sering terjadi adalah hipoplasia ovarium dan agenesis ovaria.
Penanganan dengan perbaikan pakan sehingga skor kondisi tubuh (SKT) meningkat, merangsang aktivitas ovaria dengan cara pemberian (eCG 3000-4500 IU; GnRH 0,5 mg; PRID/ CIDR dan estrogen).
Ovulasi yang tertunda Ovulasi tertunda (delayed ovulation) merupakan suatu kondisi ovulasi yang tertunda/ tidak tepat waktu. Hal ini dapat menyebabkan perkawinan/ IB tidak tepat waktu, sehingga fertilisasi (pembuahan) tidak terjadi dan akhirnya gagal untuk bunting. Penyebab utama ovulasi tertunda adalah rendahnya kadar LH dalam darah. Gejala yang nampak pada kasus ini adalah adanya kawin berulang (repeat breeding). Terapi yang dapat dilakukan diantaranya dengan injeksi GnRH (100-250 µg gonadorelin) saat IB.
Pustaka
ANONIMUS. 2006. Pejantan Sapi Potong dan Kambing. Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari. Direktorat Jendral Peternakan. Deptan. BOOTHBY, D. AND G.FAHEY, 1995. A Practical Guide Artificial Breeding of Cattle. Agmedia, East Melbourne Vic 3002. pp 127. RIADY, M. 2006. Implementasi Program Menuju Swasembada Daging 2010. Strategi dan Kendala. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak, 5-6 September, 2006.
TOELIHERE, M.R. 1985. Ilmu Kebidanan pada Ternak Sapi dan Kerbau. Penerbit Universitas Indonesia (UI-ress), Jakarta. PRIHATNO,
S.A. 2004. Infertilitas dan Sterilitas. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. EWER, T.K. 1982. Practical Animal Husbandry. Dorset Press, Dorchester.
AFFANDHY, L. 2001. Pengobatan Alternatif pada Ternak Ruminansia dengan Pemanfaatan Tanaman Keluarga dan Jamu Tradisional. Jurnal. Pengembangan Peternakan Tropis (Journal of Tropical Animal Development), 286-296. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.
RATNAWATI, D., WULAN C.P. dan L. AFFANDHY. 2007. Penganan Gangguan Reproduksi Pada Sapi Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Badan Penelitian dan Pengembangan Peternakan Departemen Pertanian
13 Desember, 2010
Jimpitan Nasional
Jimpitan Nasional
Gambaran kita tentang “mengungsi” adalah sebuah keadaan terpaksa yang membuat kita harus melakukan sebuah perpindahan dari satu tempat ke tempat lain untuk menghindari sebuah keadaan yang dapat menganggu keselamatan kehidupan. “pengungsi” adalah pelakunya dan “pengungsian” adalah tempat mengungsi.
Mengungsi boleh juga diartikan sebagai satu hal yang membuat para pengungsi adalah manusia-manusia tidak berdaya, manusia-manusia yang memerlukan bantuan dari manusia lain, manusia-manusia yang ‘konon’ perlu dikasihani.
Apabila kita mampu membuat sebuah model yang baik bagi penanganan suatu keadaan yang bernama ‘force major’, tentunya kemandirian sebuah kelompok akan mempercepat penanganan sebuah kondisi yang memaksa (bencana, misalnya) dan tentunya biaya yang dikeluarkan akan lebih efektif.
Dalam kultur masyarakat, ada yang kita kenal dengan nama “jimpitan”, sebuah kebiasaan memberikan ’sesuatu’ secara berkala oleh sebuah kelompok demi kepentingan kelompok. Saya masih ingat, saat saya tingal di sebuah kampung di Solo, setiap malam saya meletakkan uang minimal Rp. 200 dalam sebuah tempat yang bisa berasal dari bambu, gelas plastik, botol plastik yang penting tidak kehujanan dan saya gantung dimuka pintu depan. Jimpitan itu diletakkan lepas petang dan sebelum malam ada petugas yang secara bergilir mengkoleksi jimpitan tersebut dan dikumpulkan di ketua kampung. Bila ada tetangga yang bepergian agak lama (menginap), jimpitan dapat dirapel dengan pembayaran dimuka dan perhitungan kemudian setelah kembali ke rumah.
Setiap bulan dilakukan rekapitulasi hasil jimpitan dan dilaporkan penggunaannya secara transparan sehingga kegiatan jimpitan menjadi sebuah agenda sosial yang tulus dilaksanakan. Penggunaan jimpitan, selain untuk kegiatan kelompok (ronda kampung), dana jimpitan dapat juga digunakan untuk kegiatan sosial lainnya dan terbuk ti sangat efektif dalam penyediaan dana mendadak dalam jumlah tertentu dan waktu yang singkat.
Tidak salah tentunya bila negara ini atau sebuah badan nasional melakukan satu usaha yang bertajuk JIMPITAN NASIONAL, tujuannya untuk mengatasi permasalahan-permasalah sosial dengan cepat sehingga beberapa hal yang terselip, perlu penangaan cepat dapat diselesaikan dengan manstaf. Selama ini kita mengenal Pajak Penghasilan, Pajak Rumah Makan – Hotel – Hiburan dan berbagai jenis pajak lainnya. Biarkan hasil pajak itu untuk pembangunan negara (bukan dikorupsi untuk pembangunan diri pribadi) dan dana Jimpitan Nasional dilakukan untuk tanggap bencana dan penyelesaian kondisi sosial. Kita dapat saksikan, betapa spontanitas warga negara dalam penanganan sebuah kondisi sangat spektakuler, bermilyar-milyar rupiah terkumpul dan teraplikasi bagi penangaan kondisi darurat. Bila ditambah dengan dana jimpitan nasional, bukan tidak mungkin penyediaan dana akan lebih terpusat dan lebih efektif
Jimpitan dimulai dari kelompok masyarakat terkecil dan terus dikumpulkan sampai terkumpul di Badan Nasional. Jimpitan Nasional ini, dananya dapat juga digunakan untuk pelatihan penanggulangan bencana sehingga pada kelompok-kelompok yang disinyalir berdekatan dengan daerah rawan bencana. Pelatihan SAR, dapur umum, PPPK, teknik pembangunan sederhana dan kegiatan-kegiatan lain yang strategis.
Mari kita mulai berjimpitan ... yuks
12 Desember, 2010
POTENSI ITU ... MASIH ADA - Mengulik serba serbi sapi potong Indonesia
POTENSI ITU ... MASIH ADA
Mengulik serba serbi sapi potong Indonesia
disampaikan pada Seminar Nasional dalam rangkaian kegiatan Musyawarah Nasional Ismapeti XI, 11 Desember 2010 di Ruang Seminar 1 Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman
PENDAHULUAN
Negara yang kaya dengan ternak tidak akan pemah miskin, dan negara yang miskin dengan ternak tidak akan pernah kaya (Campbell dan Lasley, 1985)
Sapi bagi masyarakat Indonesia sudah menjadi sebuah kegiatan yang mendarah daging, sudah menjadi sebuah nilai-nilai yang membumi, sudah menjadi kultur yang mengakar, sudah menjadi benda yang memiliki banyak hikmah. Mulai dari penghasil daging dan susu, sumber tenaga kerja untuk membajak sawah atau menggiling bahan pangan, sumber tenaga angkut pedati atau angkutan barang, sarana ritual, tabungan hidup dan nilai kekayaan yang bernilai gengsi. Perkembangan selanjutnya, ternak sapi banyak menjadi sumber kehidupan bagi sebagian rakyat Indonesia yang memilih profesi sebagai peternak. Pengusahaan ternak sapi mulai banyak dilakukan seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan protein asal daging dan susu sehingga permintaan akan komoditas asal daging dan susu terus meningkat. Model usaha peternakan juga bermacam-macam, mulai dari tingkatan konvensional sampai tingkatan modern. Peternakan rakyat, perusahaan peternakan, akademisi bidang peternakan dan kedokteran hewan, rumah sakit hewan dan seluruh komponen kesehatan hewan (termasuk pabrik obat-obatan ternak besar), perusahaan pakan ternak, institusi pembibitan ternak, koperasi, pabrik pengolahan hasil ternak, jagal (pemotong) ternak, asosiasi/perkumpulan peternakan sapi Indonesia dan pemerintah merupakan stake holder yang berperan bagi pengembangan persapian Indonesia.
SAPI POTONG
Masyarakat Indonesia yang berjumlah lebih dari 200 juta jiwa tentunya semakin banyak membutuhkan protein asal daging ini. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya lonjakan permintaan yang cukup signifikan akan daging. Ternak sapi merupakan penyedia protein hewani asal daging yang cukup potensial.
Indonesia yang kaya raya ini menyediakan sarana produksi yang cukup berlimpah untuk usaha pengembangan ternak sapi, diantaranya sapi potong. Sayangnya, sumber sapi potong yang dimiliki Indonesia sebagai plasma nutfah asli sangatlah sedikit dan perbandingan antara kelahiran dan jumlah pemotongan ternak tidak seimbang. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hubungan dagang dengan negara lain untuk menyediakan bakalan sapi potong untuk digemukkan di Indonesia demi penyediaan kebutuhan protein hewani asal daging tersebut. Program swasembada daging untuk menekan jumlah impor ternak sapi potong maupun daging, telah dicanangkan dan perlu dilaksanakan secara terintegrasi oleh seluruh stake holder di bidang persapian Indonesia.
Usaha peternakan yang terintegrasi (Integrated Farming) diharapan dapat meningkatkan nilai efisiensi usaha dengan pemanfaatan by product yang diharapkan dapat menurunkan cost of production dan sekaligus meningkatkan pay of income. Sapi potong merupakan salah satu jenis ternak yang berperan dalam melakukan supply untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein hewani asal daging. Pengelolaan yang baik dengan pola manajerial yang sempurna akan menghasilkan kinerja ternak potong yang ideal sehingga diperoleh hasil baik. Hasil yang baik akan memberi banyak keuntungan, pertama : pemenuhan supply protein hewani asal daging; kedua : pembukaan lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar farm; ketiga : peningkatan nilai penggunaan lahan-lahan pertanian marjinal sehingga memberi nilai guna pada lahan secara positif; keempat : peningkatan kualitas lahan seiring dengan introdusir penggunaan kompos (by product usaha peternakan); kelima : peningkatan Pendapatan Asli Daerah yang mengikuti peningkatan income pengusaha atas peternakan yang diusahakan.
BEBERAPA JENIS SAPI POTONG
Bangsa sapi yang ada didunia saat ini sebenarnya merupakan produk domestikasi (penjinakan) sapi mulai jaman promitif. Kemudian digolongkan menjadi tiga kelompok.
Kelompok pertama, Bos Indicus
Kelompok sapi ini berkembang baik di India yang kemudian berkembang ke daratan Asia Tenggara (salah satunya, Indonesia), Afrika, Amerika dan Australia. Disebut juga sapi ‘Zebu’ (berpunuk), dengan salah satu keturunannya di Indonesia kita kenal dengan nama Peranakan Ongole dan Brahman, di Amerika dikenal dengan sebutan American Brahman.
Kelompok kedua, Bos Taurus
Menurunkan kelompok sapi perang dan potong di daratan Eropa, belakangan menyebar ke Amerika, Australia dan Selandia Baru. Indonesia juga turut mencoba mengembangkannya. Jenis-jenisnya antara lain : Aberdeen Angus, Hereford, Shorthorn, Charolais, Simmental dan Limousine.
Kelompok ketiga, Bos Sondaicus (Bos Bibos)
Merupakan kelompok yang berkembang di Indonesia, yang merupakan keturunan banteng. Jenisnya antara lain : Sapi Jawa, Sapi Sumatera, Sapi Bali dan sapi-sapi lokal lainnya.
Beberapa strain ternak sapi potong antara lain :
A.Santa Gertrudis, Merupakan persilangan antara induk Shorthorn dan pejanta Brahman. Berkembang baik di seputar wilayah Texas (Amerika)
B.Beefmaster, Persilangan antara Brahman, Hereford dan Shorthorn dengan perbandingan genetis = 50 % : 25 % : 25 %. Sama seperti Santa Gertrudis, sapi ini berkembang baik di daratan Texas (Amerika).
C.Droughtmaster, Memiliki perbandingan genetis = 3/7 Brahman dan 4/7 Shorthorn. Performancenya sama dengan Santa Gertrudis, hanya saja genetic Brahman lebih dominan.
D.American Brahman, Termasuk golongan sapi zebu keturunan Kankrey, Ongole, Gir, Krishna, Hariana dan Bhagari. Masuk Amerika tahun 1854 dan dkembangkan di wilayah Lousiana. Tipe potong yang baik dengan pertumbuhan cepat dengan pakan sederhana.
E.Peranakan Ongole, Di Indonesia dikenal dengan sebutan Sapi Bengggala. Berasal dari daratan India. Termasuk sapi potong dan kerja.
F.Aberdeen Angus, Berasal dari Scotlandia Utara, masuk Indonesia sekitar tahun 1973. Biasanya berbulu hitam, agak panjang, keriting dan halus. Tidak bertanduk dengan tubuh panjang dan kompak. Tubuh rata, lebar, dalam dan pendek. Disilangkan dengan sapi Brahman akan menghasilkan Brahman Angus (Brangus)
G.Hereford, Berasal dari Inggris. Warna bulu merah, kecuali pada muka, dada, badan, perut bawah, keempat kaki sebatas lutut, bahu dan ekor berwarna putih. Sehingga dikenal pula sebagai white faced cattle. Postur tubuh rendah tetapi memiliki urat daging yang padat dan tegap.
Bobot badan jantan dewasa sekitar 850 kg dan betina dewasa 650 kg. Lebih sesuai bila digemukkan dengan system pastur atau padang gembalaan karena cara merumput yang baik. Tidak cocok dikembangkan di Indonesia.
H.Simmental, Berasal dari Switzerland. Ukuran tubuh besar, perototan bagus dengan penimbunan lemak bawah kulit yang rendah. Warna bulu umumnya krem agak coklat atau sedikit merah, kecuali pada muka, keempat kaki sebatas lutut dan ujung ekor berwarna putih.
I.Limousine, Berasal dari Prancis, merupakan tipe potong dengan warna bulu cokelat dengan warna agak terang pada sekeliling mata dan kali mulai lutut kebawah. Tubuh besar dan panjang, pertumbuhan bagus.
J.Brahman Cross, Merupakan hasil persilangan antara sapi Brahman dengan sapi jenis lain. Dikembangkan di Amerika dan Australia. Diimpor dari Australia. Memiliki pertumbuhan baik, konformasi karkas yang ideal, tahan iklim tropis dan lalat/kutu. Umumnya sapi ini memiliki warna gelap keabu-abuan atau kemerahan atau hitam. Pada jantan warnanya lebih gelap daripada betina.
K.Sapi Lokal Indonesia, Jenis-jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia saat ini adalah sapi asli Indonesia dan sapi yang diimpor. Dari jenis-jenis sapi potong itu, masing-masing mempunyai sifat-sifat yang khas, baik ditinjau dari bentuk luarnya (ukuran tubuh, warna bulu) maupun dari genetiknya (laju pertumbuhan). Sapi-sapi Indonesia yang dijadikan sumber daging adalah sapi Bali, sapi Ongole, sapi PO (peranakan ongole) dan sapi Madura. Dari populasi sapi potong yang ada, yang penyebarannya dianggap merata masing-masing adalah: sapi Bali, sapi PO, Madura dan Brahman. Sapi Bali berat badan mencapai 300-400 kg. dan persentase karkasnya 56,9%. Ternak sapi lokal Indonesia juga memiliki daya tahan terhadap lingkungan tropis dan serangan caplak, kutu atau tungau yang biasa terjadi diwilayah tropis
Peternak sebagai salah satu stake holder persapian Indonesia, saat ini terbagi atas tiga golongan :
a.Peternak Sapi
Kumpulan rakyat Indonesia yang melakukan model pengusahaan dan tataniaga ternak sapi potong dan sapi perah dengan penjiwaan yang dalam. Skala usaha dari kecil sampai besar dilakukan sepenuh hati dengan tujuan agar perkembangan usaha ternak sapi dapat terencana dan terarah. Orientasi reproduktif dilakukan untuk menambah populasi ternak melalui perkawinan alam, inseminasi buatan atau transfer embrio
b.Pemerhati Ternak Sapi
Kumpulan rakyat Indonesia yang membagi perhatian lebih bagi perkembangan peternakan sapi potong dan perah. Usaha, kebijakan dan dukungan yang dilakukan adalah semata-mata untuk kepentingan perkembangan persapian nasional. Perhatian melalui penelitian, pengembangan pakan ternak, studi komparasi, pengembangan uji bibit ternak, pengembangan keilmuan, studi tentang penanganan produk peternakan, pengembangan melalui perkumpulan/group/kelompok serta model pengembangan lainnya
c.Pebisnis Sapi
Merupakan kumpulan masyarakat Indonesia yang melakukan usaha dan tataniaga peternakan sapi potong dan sapi perah tanpa jiwa dan kecintaan terhadap ternak. Nilai-nilai kapitalis telah mengaburkan konsep perkembangan persapian nasional yang tertata, terencana dan terarah. Sebagian besar usaha yang dilakukan hanya kepentingan material semata dan tidak pernah berfikir mengenai kegiatan reproduktif yang mantap. Kendali mereka terhadap pengambilan kebijakan, penghalalan segala cara dan model usaha yang dilakukan sangat tidak mendukung kemandirian peternakan sapi Indonesia
Warna yang digurat oleh para stake holder akhirnya menjadikan kondisi persapian Indonesia menjadi seperti saat ini. Berdasarkan analisa makro yang disajikan oleh Departemen Pertanian RI (2009) menunjukkan betapa memprihatinkan kondisi persapian Indonesia yang sudah mulai terbangun sejak jaman Majapahit. Indonesia yang merupakan negara agraris dengan seluruh potensi keanekaragaman hayati terpaksa takluk pada ketidakmampuan dalam menyediakan protein hewani asal daging dan susu secara mandiri. Sejarah panjang persapian Indonesia yang tertulis pada “Prasasti Nandini Nusantara” memberi nilai merah pada rapor kemampuan kita dalam melaksanakan manajemen usaha ternak sapi. Sampai saat ini, pencapaian populasi ternak sapi potong dan sapi perah masih belum mampu memberi kemandirian produktifitas untuk memenuhi permintaan masyarakat.
Jumlah populasi ternak sapi potong yang kurang dari 5% jumlah penduduk Indonesia menunjukkan betapa ketidakseriusan para stake holder dalam mengembangkan peternakan sapi potong Indonesia. Pemotongan betina produktif yang rata-rata mencapai 200.000 ekor per tahun memberi penegasan betapa kita masih jauh dari niatan untuk berswasembada daging dan air susu sapi. Nilai impor daging dari luar negeri yang masih berpotensi polemik terus mengalir ditambah dengan membanjirnya impor ternak sapi terutama dari Australia merupakan bukti betapa negara ini lebih senang disebut ‘shopaholic of cattle’ daripada ‘producer of cattle’. Kondisi peternakan rakyat yang senang dengan ternak lokal (brahman, simmental, limousine, brangus, angus, peranakan ongole, bali, madura, grati) yang memiliki nilai reproduktif tinggi tentunya berbeda dengan jenis ternak impor dari Australia yang merupakan Brahman Cross (ternak Brahman yang disilangkan dengan beberapa jenis ternak lain, seperti Shorthorn, Hereford, Braford atau Drougmaster) dan lebih mengarah pada ‘ternak hibrida’ sehingga nilai reproduktifnya terbilang rendah.
Nilai merah lain yang tertoreh adalah masih rendahnya nilai konsumsi perkapita rakyat Indonesia terhadap produk-produk peternakan dibandingkan dengan negara-negara lain, terutama negara jiran. Data Apfindo (Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia) (2007) menunjukan bahwa pangsa konsumsi daging nasional didominasi oleh daging ayam sebesar 56 %, sapi 23%, babi 13 %, kambing dan domba 5% dan lainnya sekitar 3 %. Konsumsi protein hewani di Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, masih tergolong rendah. Rata-rata konsumsi ayam di ASEAN 7.5 kg/kapita/tahun, Indonesia 4.5 kg/kapita/tahun menduduki peringkat ke lima setelah Filipina 8.5 kg/kapita/tahun, Kamboja menduduki peringkat terendah kurang dari 2.0 kg/kapita/tahun, dan Malaysia merupakan konsumen terbesar 38.5 kg/kapita/tahun. Konsumsi telur pun tidak jauh beda, Indonesia 67 butir/kapita/tahun sedangkan Malaysia 311 butir/kapita/tahun (FAO : 2005).
TANTANGAN PERSAPIAN INDONESIA
Persapian Indonesia sebenarnya tetap terkungkung pada permasalahan klasik yang sebenarnya selalu menjadi ‘pekerjaan rumah’ seluruh stake holder persapian Indonesia. Sayangnya, negara ini tidak serius dan tidak berkeinginan besar untuk menjadikan persapian Indonesia menjadi lebih baik.
1.Tataniaga
Permasalahan ini masih sangat menganggu dan terus menghantui perkembangan usaha peternakan sapi. Proses distribusi persapian Indonesia menunjukkan betapa lemahnya tataniaga daging di bumi nusantara ini. Nilai permintaan dan penawaran pada beberapa produk daging sepertinya lebih mengarah pada sistem kartel dan monopoli sehingga banyak kepentingan yang terjadi dalam ranah perkembangan ternak sapi potong Indonesia. Harga daging yang saat ini tertekan akibat banjirnya daging impor dan aliran ternak impor yang tidak berpihak pada peternakan rakyat memberi signal-signal yang jelas bagi perlemahan nilai-nilai peternakan sapi Indonesia. Undang-undang no 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan hewan secara jelas disebutkan dalam pasal 36 ayat 1 dan 2 menyatakan tentang kewajiban pemerintah dalam menyelenggarakan dan memfasilitasi pemasaran produk peternakan. Pola tataniaga dengan menyerahkan pada mekanisme pasar yang dilakukan oleh pemerintah menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam mendukung peternak (terutama peternak rakyat untuk meningkatkan kesejahteraan melalui peternakan)
2.Egosektoral
Hampir kebanyakan stake holder di republik ini melakukan usaha dan kebijakan perkembangan persapian nasional hanya sebatas pada kepentingan golongan/kelompok semata. Keinginan menjadi yang terbaik dengan mengabaikan sebuah kolaborasi yang manis menjadikan kesatuan misi dan visi dalam merealisasikan kemandirian persapian nasional hanya sebuah utopia semata. Direktur Jenderal Peternakan – Departemen Pertanian RI bertanggungjawab atas seluruh hal yang berkenaan dengan peternakan dan hasil ternak, tetapi saat sudah menyentuh ranah distribusi produk daging, maka Departemen Perindustrian dan Perdagangan yang mengambil peran lebih banyak. Sementara koordinasi lintas departemen sangat lemah dan ini dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab
3.Penegakan Aturan
Seluruh aktifitas perkembangan persapian nasional sampai saat ini masih diwarnai dengan berbagai pelanggaran dan hal ini menyebabkan terjadinya stagnasi atau hal yang lebih buruk lagi. Pemotongan ternak betina terjadi karena penegakan aturan hukum yang setengah-setengah, dilanggarnya konsep karantina hewan di Indonesia, protokol impor merupakan cermin betapa penegakan aturan masih sangat lemah dan penuh pensiasatan. Perangkat hukum sudah diletakkan, mulai dari Undang-undang nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Peraturan Menteri Pertanian nomor 54/Permentan/OT.140/10/2006 tentang Pedoman Pembibitan Sapi Potong Yang Baik (Good Breeding Practice),
4.Ketidakjelasan Program Pemerintah
Pemerintah sebagai regulator perkembangan persapian Indonesia, kadang kala masih melakukan program-program yang tidak jelas arah dan tujuannya. Konsep pengembangan peternakan sapi potong dengan memberlakukan impor sapi Brahman Cross betina bunting sungguh sangat tidak bijak, karena evaluasi terhadap nilai kebuntingan kembali sangat rendah dan tidak pernah terlaporkan secara gamblang. Proses pengadaan ternak inipun sangat tidak masuk akal, seekor ternak betina produktif dengan harga pengadaan seperti ternak potong adalah sebuah hal yang menggelikan. Juga program kebijakan pendanaan bagi masyarakat peternakan Indonesia yang belum memberikan penyegaran. Aturan-aturan yang tidak jelas, pembatasan-pembatasan yang sangat kabur serta ketidakberanian pemerintah dalam menentukan keputusan merupakan pemicu ketidakberhasilan program pemerintah
5.Penyediaan pakan ternak
Tentunya sebagai salah satu hal penting dalam segitiga produksi, penyediaan pakan ternak merupakan hal yang patut menjadi perhatian. Penelitian-penelitian tentang pakan ternak ruminansia dari berbagai bahan hasil samping usaha dan agroindustri pertanian – perkebunan menunjukkan betapa potensi pakan ternak merupakan hal yang patut menjadi perhatian. Akhirnya, akhir-akhir ini banyak hasil samping usaha dan agroindustri pertanian – perkebunan diekspor keluar negeri sebagai pakan ternak, sementara di dalam negeri, ‘sapi makan sapi’ menjadi fenomena umum saat musim kemarau
6.Pendampingan dan bimbingan
Peternakan rakyat saat ini masih menjadi obyek persapian Indonesia. Mereka masih berada dibawah kendali tataniaga yang dikuasai oleh pemodal kuat dan perusahaan besar milik pebisnis sapi. Kebanyakan Koperasi Unit Desa sebagai pengayom mereka belum menunjukkan fungsi dan peran seperti yang diharapkan. Ketiadaan pendampingan dan pembimbingan kepada peternakan rakyat menjadikan kualitas reproduktif ternak sapi menurun, pemotongan ternak betina produktif, ketidakmampuan dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi air susu dan rendahnya nilai tawar peternakan rakyat adalah bukti konkret yang patut digarisbawahi
Potensi itu ... Masih Ada
1.Pemetaan Ternak
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Peternakan harus segara melakukan pemetaan ternak sapi, mengenai jumlah, jenis kelamin, kondisi (kapita selekta), potensi produksi daging dan susu, status produksi/reproduksi, jumlah dan kondisi Rumah Potong Hewan serta kapitaselekta kesehatan ternak. Acuan data yang digunakan untuk Program Swasembada Daging Sapi tahun 2014 dianggap masih tidak valid, merupakan cermin pengambilan keputusan yang terburu-buru. Sensus sapi yang akan dilaksanakan tentunya akan lebih baik bila mampu melibatkan banyak pihak, mulai dari kelompok ternak, desa, Dinas Peternakan Kecamatan sampai Propinsi
2.Pemetaan Kebutuhan Daging Sapi
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Peternakan melakukan pendataan kebutuhan daging sapi per wilayah, lengkap dengan standarisasi nasional kualitas daging. Pemetaan ternak dan kebutuhan masyarakat ini akan melahirkan besaran jumlah ternak yang harus tersedia, jumlah ternak yang harus dipotong oleh setiap Rumah Pemotongan Hewan, strategi pembibitan ternak sapi, jumlah impor ternak sapi, jumlah impor daging dan jerohan sapi, negara calon eksportir ternak dan daging. Penetapan ini sangat penting sebagai langkah proteksi pemerintah dalam menjaga keamanan pasar bagi peternakan nasional Indonesia, peningkatan kualitas produk peternakan mutlak dilaksanakan sebagai konsekuensi daya saing yang lebih baik. Pemetaan per wilayah akan sangat membantu penyediaan bahan pangan asal daging sapi serta akan sangat merangsang daerah untuk menyiapkan diri sebagai wilayah penyangga daging sapi nasional. Hal ini juga dapat diberlakukan untuk jenis ternak lainnya
3.Perbaikan Tataniaga
Pengaturan harga produk asal daging sesuai dengan besaran permintaan dan penawaran perlu dikawal secara ketat sehingga harga penawaran yang diberikan peternak/penjual dapat bersanding ideal dengan harga permintaan dari konsumen, termasuk didalamnya adalah model rantai distribusi produk. Impor ternak sapi Brahman Cross dan daging/jerohan sapi secara membabi buta tanpa memperhatikan tingkat kebutuhan melalui pemetaan yang tepat adalah sebuah kesalahan besar dan berdampak sistemik bagi perkembangan usaha ternak sapi potong nasional. Ketegasan pemerintah dalam mengatur tataniaga sangat mutlak diperlukan dan harus dilaksanakan. Setelah dipenuhi kapita selekta ternak sapi dan dapat dipastikan kondisi penyediaan produk asal daging sapi, pemerintah segera melakukan penataan terhadap tataniaga, status stok yang terpenuhi dan besaran harga yang layak kepada konsumen dan besaran harga bagi petani/peternak sudah sewajarnya dilaksanakan. Bila mekanisme pasar menjadi indikator penentuan harga, maka pemerintah harus mengawal kondisi pasar agar tetap kondusif dan menjamin pasokan agar sesuai dengan kebutuhan (tidak kekurangan dan tidak berlebihan). Rantai pemasaran produk asal sapi yang selama ini memberi warna diatur sedemikian rupa sehingga stabilitas ketersediaan barang dan fluktuasi harga dapat dijaga kestabilannya. Blantik, jagal pasar, pedagang daging, KUD adalah mata rantai yang dibangun untuk mendukung ekonomi kerakyatan.
4.Bijak dalam Impor Ternak dan Daging/Jerohan Sapi
Banyaknya impor ternak dan daging/jerohan sapi tidak sebanding dengan kebutuhan yang ada akan menyebabkan terjadinya koreksi harga akibat persaingan yang tidak sehat dalam tataniaga ternak dan daging/jerohan sapi. Bijak dalam pelaksanaan impor dan pengenaan pajak impor pada produk-produk tersebut akan membantu perkembangan usaha ternak sapi potong nasional. Sebaiknya BULOG sapi segera dibentuk sebagai salah satu buffer penyediaan produk asal sapi dan penjaga stabilisasi harga. Pemerintah sebaiknya memiliki Unit Pelaksana Teknis Kandang Penyangga Produk Ternak Sapi yang saat ini beberapa fasilitasnya tersebar di beberapa wilayah. UPT ini nantinya akan melakukan pemeliharaan ternak sapi, mulai breeding – rearing sampai fattening. Saat harga produk asal sapi dipasar tinggi, maka UPT ini akan melepas asset ternaknya sehingg harga terkoreksi sesuai dengan daya beli masyarakat. Demikian juga bila harga dipasar rendah karena over supply, maka pemerintah wajib melakukan sweeping kelebihan ternak potong dan juga ternak indukan produktif untuk dikembangkan dalam UPT. Sumber pembiayaan dapat diperoleh dari APBN, pajak bea masuk ternak dan daging impor serta keuntungan pengelolaan oleh UPT.
5.Penegakan Aturan
Undang-undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan adalah payung hukum dalam menjalankan aturan. Aturan dan kebijakan peternakan merupakan rambu-rambu hukum dalam melakukan usaha ternak yang terarah, terencana dan tertata. Melalui penegakan aturan yang ketat, peternakan Indonesia akan menuju kearah yang lebih profesional, sehingga model perdagangan dengan negara lain juga dapat dilakukan secara berimbang dan saling menguntungkan.
6.Pemotongan Induk Betina Produktif
Jumlah induk betina produktif yang dipotong sampai saat ini masih sangat besar, sementara larangan pemotogan induk betina produktif sudah disosisalisasikan. Pemeriksaan di Rumah Potong Hewan dan penolakan pemotongan serta penyelamatan terhadap induk betina produktif oleh pemerintah merupakan langkah yang harus diejawantahkan dan segera dilakukan secara terintegrasi diseluruh wilayah Republik Indonesia atau pembelian betina produktif yang akan dipotong untuk dipelihara di UPT serta pemberian sanksi bagi pelaku penjualan ternak sapi induk produktif.
7.Konsistensi Program Pemerintah
Program swasembada daging melalui program-program yang sudah dilaksanakan, seperti Sarjana membangun Desa (SMD), Lembaga Mandiri dan Mengakar pada Masyarakat (LM3), Desa Mandiri Energi dan beberapa scheme bantuan pembiayaan (KKPE = Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, KUPS = Kredit Usaha Pembibitan Sapi), bila menggunakan ternak impor, seharusnya dilakukan dengan menggunakan ternak peranakan pure breed (seperti Simmental, Limousine, Brangus, Brahman, Angus) yang benar-benar diseleksi dan didampingi proses protokolnya dari negara asal ternak sampai pelaksanaan dilapangan. Selama ini program pemerintah dalam pembangunan peternakan nasional masih belum memiliki rencana jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Program yang dibuat cenderung instan dan hanya karena terbawa arus masyarakat peternakan nasional.
8.Rangsangan dan Stimulus
a.Revitalisasi dan sosialisasi Unit Pelaksana Teknis milik Departemen Pertanian yang dapat memajukan usaha ternak sapi potong, seperti Balai Besar Inseminasi Buatan, Balai Embrio Transfer, Balai Penelitian Ternak, Balai Penelitian Veteriner, Balai Besar Penelitian Ternak Unggul dan institusi lain yang berkenaan dengan penelitian dan pengembangan usaha peternakan sapi potong
b.Peningkatan peran Dinas Peternakan di masing-masing wilayah Indonesia agar dapat menjembatani setiap keputusan yang sudah dibuat oleh Direktorat Jenderal Peternakan – Departemen Pertanian RI sebagai sebuah program nasional. Selama ini terkadang Dinas di Daerah kurang memahami rencana yang dibangun oleh pusat
c.Prioritas khusus berupa fasilitas transportasi temak di pelabuhan, kereta api, kapal laut dan bebas antri di pelabuhan antar pulau serta pengurangan biaya retribusi, pemeriksaan hewan di karantina dan pembebasan pajak hasil ternak
d.Pengadaan Indukan Ternak Sapi Potong melalui sistem kredit lunak untuk pengembangan populasi ternak nasional
e.Proteksi wilayah yang sudah berswasembada dari distribusi ternak dan daging/jerohan impor
f.Fasilitas pemeriksaan teknis di negara asal ternak dan daging/jerohan impor oleh pihak ketiga yang independen
g.Pemberian fasilitas pembiayaan yang murah melalui pendampingan yang ketat dan terarah demi kemajuan peternakan sapi nasional
9.Pola Pertanian Terpadu
Pola integrasi antar komponen yang ada pada sebuah usaha peternakan sehingga menghasilkan produktifitas, efisiensi dan efektifitas tinggi dan memberi nilai ekonomis serta berorientasi ekologis merupakan satu keterpaduan yang akan memberi nilai kesejahteraan. Salah satu manfaat yang dapat diambil adalah ketersediaan pakan bagi ternak, pupuk organik, ketersediaan energi terbarukan, ramah lingkungan (meminimalkan limbah), bernilai edukasi – wisata dan inspiratif. Pemerintah harus merangsang dan melaksanakan program integrasi peternakan dengan pertanian, perkebunan secara sinergi dan berkesinambungan. Pakan merupakan hal penting dalam pengembangan usaha ternak sapi potong sehingga, melalui pola pertanian terpadu akan diperoleh sumber pakan berkualitas dari hasil samping usaha pertanian – perkebunan.
10.Pendampingan dan Bimbingan
Pendampingan petani/peternak akan membuat organisasi petani/peternak menjadi kuat dan transfer informasi, teknologi tepat guna serta komunikasi dengan jalur distribusi akan semakin efektif dan nilai jual produk berbanding lurus dengan kualitasnya. Bimbingan bagi para pelaku dibidang pertanian/peternakan akan mendorong kemajuan dan memberi kenyamanan dalam mengembangkan usaha. Bimbingan yang terus menerus akan membuat pemberdayaan petani/peternak semakin besar dan kuat.
PENUTUP
Mengembangkan usaha peternakan sapi potong dalam mendukung Swasembada Daging Sapi (PSDS) 2014 harus dilaksanakan secara integral dan menyeluruh dengan melibatkan seluruh stake holder. Pengembangan peternakan sapi potong rakyat juga merupakan satu hal penting dalam meletakkan sendi-sendi ekonomi kerakyatan. Penataan kelembagaan, system usaha serta kebijakan dan penegakan aturan merupakan hal yang penting juga untuk dilaksanakan.
Mengulik serba serbi sapi potong Indonesia
disampaikan pada Seminar Nasional dalam rangkaian kegiatan Musyawarah Nasional Ismapeti XI, 11 Desember 2010 di Ruang Seminar 1 Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman
PENDAHULUAN
Negara yang kaya dengan ternak tidak akan pemah miskin, dan negara yang miskin dengan ternak tidak akan pernah kaya (Campbell dan Lasley, 1985)
Sapi bagi masyarakat Indonesia sudah menjadi sebuah kegiatan yang mendarah daging, sudah menjadi sebuah nilai-nilai yang membumi, sudah menjadi kultur yang mengakar, sudah menjadi benda yang memiliki banyak hikmah. Mulai dari penghasil daging dan susu, sumber tenaga kerja untuk membajak sawah atau menggiling bahan pangan, sumber tenaga angkut pedati atau angkutan barang, sarana ritual, tabungan hidup dan nilai kekayaan yang bernilai gengsi. Perkembangan selanjutnya, ternak sapi banyak menjadi sumber kehidupan bagi sebagian rakyat Indonesia yang memilih profesi sebagai peternak. Pengusahaan ternak sapi mulai banyak dilakukan seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan protein asal daging dan susu sehingga permintaan akan komoditas asal daging dan susu terus meningkat. Model usaha peternakan juga bermacam-macam, mulai dari tingkatan konvensional sampai tingkatan modern. Peternakan rakyat, perusahaan peternakan, akademisi bidang peternakan dan kedokteran hewan, rumah sakit hewan dan seluruh komponen kesehatan hewan (termasuk pabrik obat-obatan ternak besar), perusahaan pakan ternak, institusi pembibitan ternak, koperasi, pabrik pengolahan hasil ternak, jagal (pemotong) ternak, asosiasi/perkumpulan peternakan sapi Indonesia dan pemerintah merupakan stake holder yang berperan bagi pengembangan persapian Indonesia.
SAPI POTONG
Masyarakat Indonesia yang berjumlah lebih dari 200 juta jiwa tentunya semakin banyak membutuhkan protein asal daging ini. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya lonjakan permintaan yang cukup signifikan akan daging. Ternak sapi merupakan penyedia protein hewani asal daging yang cukup potensial.
Indonesia yang kaya raya ini menyediakan sarana produksi yang cukup berlimpah untuk usaha pengembangan ternak sapi, diantaranya sapi potong. Sayangnya, sumber sapi potong yang dimiliki Indonesia sebagai plasma nutfah asli sangatlah sedikit dan perbandingan antara kelahiran dan jumlah pemotongan ternak tidak seimbang. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hubungan dagang dengan negara lain untuk menyediakan bakalan sapi potong untuk digemukkan di Indonesia demi penyediaan kebutuhan protein hewani asal daging tersebut. Program swasembada daging untuk menekan jumlah impor ternak sapi potong maupun daging, telah dicanangkan dan perlu dilaksanakan secara terintegrasi oleh seluruh stake holder di bidang persapian Indonesia.
Usaha peternakan yang terintegrasi (Integrated Farming) diharapan dapat meningkatkan nilai efisiensi usaha dengan pemanfaatan by product yang diharapkan dapat menurunkan cost of production dan sekaligus meningkatkan pay of income. Sapi potong merupakan salah satu jenis ternak yang berperan dalam melakukan supply untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein hewani asal daging. Pengelolaan yang baik dengan pola manajerial yang sempurna akan menghasilkan kinerja ternak potong yang ideal sehingga diperoleh hasil baik. Hasil yang baik akan memberi banyak keuntungan, pertama : pemenuhan supply protein hewani asal daging; kedua : pembukaan lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar farm; ketiga : peningkatan nilai penggunaan lahan-lahan pertanian marjinal sehingga memberi nilai guna pada lahan secara positif; keempat : peningkatan kualitas lahan seiring dengan introdusir penggunaan kompos (by product usaha peternakan); kelima : peningkatan Pendapatan Asli Daerah yang mengikuti peningkatan income pengusaha atas peternakan yang diusahakan.
BEBERAPA JENIS SAPI POTONG
Bangsa sapi yang ada didunia saat ini sebenarnya merupakan produk domestikasi (penjinakan) sapi mulai jaman promitif. Kemudian digolongkan menjadi tiga kelompok.
Kelompok pertama, Bos Indicus
Kelompok sapi ini berkembang baik di India yang kemudian berkembang ke daratan Asia Tenggara (salah satunya, Indonesia), Afrika, Amerika dan Australia. Disebut juga sapi ‘Zebu’ (berpunuk), dengan salah satu keturunannya di Indonesia kita kenal dengan nama Peranakan Ongole dan Brahman, di Amerika dikenal dengan sebutan American Brahman.
Kelompok kedua, Bos Taurus
Menurunkan kelompok sapi perang dan potong di daratan Eropa, belakangan menyebar ke Amerika, Australia dan Selandia Baru. Indonesia juga turut mencoba mengembangkannya. Jenis-jenisnya antara lain : Aberdeen Angus, Hereford, Shorthorn, Charolais, Simmental dan Limousine.
Kelompok ketiga, Bos Sondaicus (Bos Bibos)
Merupakan kelompok yang berkembang di Indonesia, yang merupakan keturunan banteng. Jenisnya antara lain : Sapi Jawa, Sapi Sumatera, Sapi Bali dan sapi-sapi lokal lainnya.
Beberapa strain ternak sapi potong antara lain :
A.Santa Gertrudis, Merupakan persilangan antara induk Shorthorn dan pejanta Brahman. Berkembang baik di seputar wilayah Texas (Amerika)
B.Beefmaster, Persilangan antara Brahman, Hereford dan Shorthorn dengan perbandingan genetis = 50 % : 25 % : 25 %. Sama seperti Santa Gertrudis, sapi ini berkembang baik di daratan Texas (Amerika).
C.Droughtmaster, Memiliki perbandingan genetis = 3/7 Brahman dan 4/7 Shorthorn. Performancenya sama dengan Santa Gertrudis, hanya saja genetic Brahman lebih dominan.
D.American Brahman, Termasuk golongan sapi zebu keturunan Kankrey, Ongole, Gir, Krishna, Hariana dan Bhagari. Masuk Amerika tahun 1854 dan dkembangkan di wilayah Lousiana. Tipe potong yang baik dengan pertumbuhan cepat dengan pakan sederhana.
E.Peranakan Ongole, Di Indonesia dikenal dengan sebutan Sapi Bengggala. Berasal dari daratan India. Termasuk sapi potong dan kerja.
F.Aberdeen Angus, Berasal dari Scotlandia Utara, masuk Indonesia sekitar tahun 1973. Biasanya berbulu hitam, agak panjang, keriting dan halus. Tidak bertanduk dengan tubuh panjang dan kompak. Tubuh rata, lebar, dalam dan pendek. Disilangkan dengan sapi Brahman akan menghasilkan Brahman Angus (Brangus)
G.Hereford, Berasal dari Inggris. Warna bulu merah, kecuali pada muka, dada, badan, perut bawah, keempat kaki sebatas lutut, bahu dan ekor berwarna putih. Sehingga dikenal pula sebagai white faced cattle. Postur tubuh rendah tetapi memiliki urat daging yang padat dan tegap.
Bobot badan jantan dewasa sekitar 850 kg dan betina dewasa 650 kg. Lebih sesuai bila digemukkan dengan system pastur atau padang gembalaan karena cara merumput yang baik. Tidak cocok dikembangkan di Indonesia.
H.Simmental, Berasal dari Switzerland. Ukuran tubuh besar, perototan bagus dengan penimbunan lemak bawah kulit yang rendah. Warna bulu umumnya krem agak coklat atau sedikit merah, kecuali pada muka, keempat kaki sebatas lutut dan ujung ekor berwarna putih.
I.Limousine, Berasal dari Prancis, merupakan tipe potong dengan warna bulu cokelat dengan warna agak terang pada sekeliling mata dan kali mulai lutut kebawah. Tubuh besar dan panjang, pertumbuhan bagus.
J.Brahman Cross, Merupakan hasil persilangan antara sapi Brahman dengan sapi jenis lain. Dikembangkan di Amerika dan Australia. Diimpor dari Australia. Memiliki pertumbuhan baik, konformasi karkas yang ideal, tahan iklim tropis dan lalat/kutu. Umumnya sapi ini memiliki warna gelap keabu-abuan atau kemerahan atau hitam. Pada jantan warnanya lebih gelap daripada betina.
K.Sapi Lokal Indonesia, Jenis-jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia saat ini adalah sapi asli Indonesia dan sapi yang diimpor. Dari jenis-jenis sapi potong itu, masing-masing mempunyai sifat-sifat yang khas, baik ditinjau dari bentuk luarnya (ukuran tubuh, warna bulu) maupun dari genetiknya (laju pertumbuhan). Sapi-sapi Indonesia yang dijadikan sumber daging adalah sapi Bali, sapi Ongole, sapi PO (peranakan ongole) dan sapi Madura. Dari populasi sapi potong yang ada, yang penyebarannya dianggap merata masing-masing adalah: sapi Bali, sapi PO, Madura dan Brahman. Sapi Bali berat badan mencapai 300-400 kg. dan persentase karkasnya 56,9%. Ternak sapi lokal Indonesia juga memiliki daya tahan terhadap lingkungan tropis dan serangan caplak, kutu atau tungau yang biasa terjadi diwilayah tropis
Peternak sebagai salah satu stake holder persapian Indonesia, saat ini terbagi atas tiga golongan :
a.Peternak Sapi
Kumpulan rakyat Indonesia yang melakukan model pengusahaan dan tataniaga ternak sapi potong dan sapi perah dengan penjiwaan yang dalam. Skala usaha dari kecil sampai besar dilakukan sepenuh hati dengan tujuan agar perkembangan usaha ternak sapi dapat terencana dan terarah. Orientasi reproduktif dilakukan untuk menambah populasi ternak melalui perkawinan alam, inseminasi buatan atau transfer embrio
b.Pemerhati Ternak Sapi
Kumpulan rakyat Indonesia yang membagi perhatian lebih bagi perkembangan peternakan sapi potong dan perah. Usaha, kebijakan dan dukungan yang dilakukan adalah semata-mata untuk kepentingan perkembangan persapian nasional. Perhatian melalui penelitian, pengembangan pakan ternak, studi komparasi, pengembangan uji bibit ternak, pengembangan keilmuan, studi tentang penanganan produk peternakan, pengembangan melalui perkumpulan/group/kelompok serta model pengembangan lainnya
c.Pebisnis Sapi
Merupakan kumpulan masyarakat Indonesia yang melakukan usaha dan tataniaga peternakan sapi potong dan sapi perah tanpa jiwa dan kecintaan terhadap ternak. Nilai-nilai kapitalis telah mengaburkan konsep perkembangan persapian nasional yang tertata, terencana dan terarah. Sebagian besar usaha yang dilakukan hanya kepentingan material semata dan tidak pernah berfikir mengenai kegiatan reproduktif yang mantap. Kendali mereka terhadap pengambilan kebijakan, penghalalan segala cara dan model usaha yang dilakukan sangat tidak mendukung kemandirian peternakan sapi Indonesia
Warna yang digurat oleh para stake holder akhirnya menjadikan kondisi persapian Indonesia menjadi seperti saat ini. Berdasarkan analisa makro yang disajikan oleh Departemen Pertanian RI (2009) menunjukkan betapa memprihatinkan kondisi persapian Indonesia yang sudah mulai terbangun sejak jaman Majapahit. Indonesia yang merupakan negara agraris dengan seluruh potensi keanekaragaman hayati terpaksa takluk pada ketidakmampuan dalam menyediakan protein hewani asal daging dan susu secara mandiri. Sejarah panjang persapian Indonesia yang tertulis pada “Prasasti Nandini Nusantara” memberi nilai merah pada rapor kemampuan kita dalam melaksanakan manajemen usaha ternak sapi. Sampai saat ini, pencapaian populasi ternak sapi potong dan sapi perah masih belum mampu memberi kemandirian produktifitas untuk memenuhi permintaan masyarakat.
Jumlah populasi ternak sapi potong yang kurang dari 5% jumlah penduduk Indonesia menunjukkan betapa ketidakseriusan para stake holder dalam mengembangkan peternakan sapi potong Indonesia. Pemotongan betina produktif yang rata-rata mencapai 200.000 ekor per tahun memberi penegasan betapa kita masih jauh dari niatan untuk berswasembada daging dan air susu sapi. Nilai impor daging dari luar negeri yang masih berpotensi polemik terus mengalir ditambah dengan membanjirnya impor ternak sapi terutama dari Australia merupakan bukti betapa negara ini lebih senang disebut ‘shopaholic of cattle’ daripada ‘producer of cattle’. Kondisi peternakan rakyat yang senang dengan ternak lokal (brahman, simmental, limousine, brangus, angus, peranakan ongole, bali, madura, grati) yang memiliki nilai reproduktif tinggi tentunya berbeda dengan jenis ternak impor dari Australia yang merupakan Brahman Cross (ternak Brahman yang disilangkan dengan beberapa jenis ternak lain, seperti Shorthorn, Hereford, Braford atau Drougmaster) dan lebih mengarah pada ‘ternak hibrida’ sehingga nilai reproduktifnya terbilang rendah.
Nilai merah lain yang tertoreh adalah masih rendahnya nilai konsumsi perkapita rakyat Indonesia terhadap produk-produk peternakan dibandingkan dengan negara-negara lain, terutama negara jiran. Data Apfindo (Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia) (2007) menunjukan bahwa pangsa konsumsi daging nasional didominasi oleh daging ayam sebesar 56 %, sapi 23%, babi 13 %, kambing dan domba 5% dan lainnya sekitar 3 %. Konsumsi protein hewani di Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, masih tergolong rendah. Rata-rata konsumsi ayam di ASEAN 7.5 kg/kapita/tahun, Indonesia 4.5 kg/kapita/tahun menduduki peringkat ke lima setelah Filipina 8.5 kg/kapita/tahun, Kamboja menduduki peringkat terendah kurang dari 2.0 kg/kapita/tahun, dan Malaysia merupakan konsumen terbesar 38.5 kg/kapita/tahun. Konsumsi telur pun tidak jauh beda, Indonesia 67 butir/kapita/tahun sedangkan Malaysia 311 butir/kapita/tahun (FAO : 2005).
TANTANGAN PERSAPIAN INDONESIA
Persapian Indonesia sebenarnya tetap terkungkung pada permasalahan klasik yang sebenarnya selalu menjadi ‘pekerjaan rumah’ seluruh stake holder persapian Indonesia. Sayangnya, negara ini tidak serius dan tidak berkeinginan besar untuk menjadikan persapian Indonesia menjadi lebih baik.
1.Tataniaga
Permasalahan ini masih sangat menganggu dan terus menghantui perkembangan usaha peternakan sapi. Proses distribusi persapian Indonesia menunjukkan betapa lemahnya tataniaga daging di bumi nusantara ini. Nilai permintaan dan penawaran pada beberapa produk daging sepertinya lebih mengarah pada sistem kartel dan monopoli sehingga banyak kepentingan yang terjadi dalam ranah perkembangan ternak sapi potong Indonesia. Harga daging yang saat ini tertekan akibat banjirnya daging impor dan aliran ternak impor yang tidak berpihak pada peternakan rakyat memberi signal-signal yang jelas bagi perlemahan nilai-nilai peternakan sapi Indonesia. Undang-undang no 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan hewan secara jelas disebutkan dalam pasal 36 ayat 1 dan 2 menyatakan tentang kewajiban pemerintah dalam menyelenggarakan dan memfasilitasi pemasaran produk peternakan. Pola tataniaga dengan menyerahkan pada mekanisme pasar yang dilakukan oleh pemerintah menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam mendukung peternak (terutama peternak rakyat untuk meningkatkan kesejahteraan melalui peternakan)
2.Egosektoral
Hampir kebanyakan stake holder di republik ini melakukan usaha dan kebijakan perkembangan persapian nasional hanya sebatas pada kepentingan golongan/kelompok semata. Keinginan menjadi yang terbaik dengan mengabaikan sebuah kolaborasi yang manis menjadikan kesatuan misi dan visi dalam merealisasikan kemandirian persapian nasional hanya sebuah utopia semata. Direktur Jenderal Peternakan – Departemen Pertanian RI bertanggungjawab atas seluruh hal yang berkenaan dengan peternakan dan hasil ternak, tetapi saat sudah menyentuh ranah distribusi produk daging, maka Departemen Perindustrian dan Perdagangan yang mengambil peran lebih banyak. Sementara koordinasi lintas departemen sangat lemah dan ini dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab
3.Penegakan Aturan
Seluruh aktifitas perkembangan persapian nasional sampai saat ini masih diwarnai dengan berbagai pelanggaran dan hal ini menyebabkan terjadinya stagnasi atau hal yang lebih buruk lagi. Pemotongan ternak betina terjadi karena penegakan aturan hukum yang setengah-setengah, dilanggarnya konsep karantina hewan di Indonesia, protokol impor merupakan cermin betapa penegakan aturan masih sangat lemah dan penuh pensiasatan. Perangkat hukum sudah diletakkan, mulai dari Undang-undang nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Peraturan Menteri Pertanian nomor 54/Permentan/OT.140/10/2006 tentang Pedoman Pembibitan Sapi Potong Yang Baik (Good Breeding Practice),
4.Ketidakjelasan Program Pemerintah
Pemerintah sebagai regulator perkembangan persapian Indonesia, kadang kala masih melakukan program-program yang tidak jelas arah dan tujuannya. Konsep pengembangan peternakan sapi potong dengan memberlakukan impor sapi Brahman Cross betina bunting sungguh sangat tidak bijak, karena evaluasi terhadap nilai kebuntingan kembali sangat rendah dan tidak pernah terlaporkan secara gamblang. Proses pengadaan ternak inipun sangat tidak masuk akal, seekor ternak betina produktif dengan harga pengadaan seperti ternak potong adalah sebuah hal yang menggelikan. Juga program kebijakan pendanaan bagi masyarakat peternakan Indonesia yang belum memberikan penyegaran. Aturan-aturan yang tidak jelas, pembatasan-pembatasan yang sangat kabur serta ketidakberanian pemerintah dalam menentukan keputusan merupakan pemicu ketidakberhasilan program pemerintah
5.Penyediaan pakan ternak
Tentunya sebagai salah satu hal penting dalam segitiga produksi, penyediaan pakan ternak merupakan hal yang patut menjadi perhatian. Penelitian-penelitian tentang pakan ternak ruminansia dari berbagai bahan hasil samping usaha dan agroindustri pertanian – perkebunan menunjukkan betapa potensi pakan ternak merupakan hal yang patut menjadi perhatian. Akhirnya, akhir-akhir ini banyak hasil samping usaha dan agroindustri pertanian – perkebunan diekspor keluar negeri sebagai pakan ternak, sementara di dalam negeri, ‘sapi makan sapi’ menjadi fenomena umum saat musim kemarau
6.Pendampingan dan bimbingan
Peternakan rakyat saat ini masih menjadi obyek persapian Indonesia. Mereka masih berada dibawah kendali tataniaga yang dikuasai oleh pemodal kuat dan perusahaan besar milik pebisnis sapi. Kebanyakan Koperasi Unit Desa sebagai pengayom mereka belum menunjukkan fungsi dan peran seperti yang diharapkan. Ketiadaan pendampingan dan pembimbingan kepada peternakan rakyat menjadikan kualitas reproduktif ternak sapi menurun, pemotongan ternak betina produktif, ketidakmampuan dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi air susu dan rendahnya nilai tawar peternakan rakyat adalah bukti konkret yang patut digarisbawahi
Potensi itu ... Masih Ada
1.Pemetaan Ternak
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Peternakan harus segara melakukan pemetaan ternak sapi, mengenai jumlah, jenis kelamin, kondisi (kapita selekta), potensi produksi daging dan susu, status produksi/reproduksi, jumlah dan kondisi Rumah Potong Hewan serta kapitaselekta kesehatan ternak. Acuan data yang digunakan untuk Program Swasembada Daging Sapi tahun 2014 dianggap masih tidak valid, merupakan cermin pengambilan keputusan yang terburu-buru. Sensus sapi yang akan dilaksanakan tentunya akan lebih baik bila mampu melibatkan banyak pihak, mulai dari kelompok ternak, desa, Dinas Peternakan Kecamatan sampai Propinsi
2.Pemetaan Kebutuhan Daging Sapi
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Peternakan melakukan pendataan kebutuhan daging sapi per wilayah, lengkap dengan standarisasi nasional kualitas daging. Pemetaan ternak dan kebutuhan masyarakat ini akan melahirkan besaran jumlah ternak yang harus tersedia, jumlah ternak yang harus dipotong oleh setiap Rumah Pemotongan Hewan, strategi pembibitan ternak sapi, jumlah impor ternak sapi, jumlah impor daging dan jerohan sapi, negara calon eksportir ternak dan daging. Penetapan ini sangat penting sebagai langkah proteksi pemerintah dalam menjaga keamanan pasar bagi peternakan nasional Indonesia, peningkatan kualitas produk peternakan mutlak dilaksanakan sebagai konsekuensi daya saing yang lebih baik. Pemetaan per wilayah akan sangat membantu penyediaan bahan pangan asal daging sapi serta akan sangat merangsang daerah untuk menyiapkan diri sebagai wilayah penyangga daging sapi nasional. Hal ini juga dapat diberlakukan untuk jenis ternak lainnya
3.Perbaikan Tataniaga
Pengaturan harga produk asal daging sesuai dengan besaran permintaan dan penawaran perlu dikawal secara ketat sehingga harga penawaran yang diberikan peternak/penjual dapat bersanding ideal dengan harga permintaan dari konsumen, termasuk didalamnya adalah model rantai distribusi produk. Impor ternak sapi Brahman Cross dan daging/jerohan sapi secara membabi buta tanpa memperhatikan tingkat kebutuhan melalui pemetaan yang tepat adalah sebuah kesalahan besar dan berdampak sistemik bagi perkembangan usaha ternak sapi potong nasional. Ketegasan pemerintah dalam mengatur tataniaga sangat mutlak diperlukan dan harus dilaksanakan. Setelah dipenuhi kapita selekta ternak sapi dan dapat dipastikan kondisi penyediaan produk asal daging sapi, pemerintah segera melakukan penataan terhadap tataniaga, status stok yang terpenuhi dan besaran harga yang layak kepada konsumen dan besaran harga bagi petani/peternak sudah sewajarnya dilaksanakan. Bila mekanisme pasar menjadi indikator penentuan harga, maka pemerintah harus mengawal kondisi pasar agar tetap kondusif dan menjamin pasokan agar sesuai dengan kebutuhan (tidak kekurangan dan tidak berlebihan). Rantai pemasaran produk asal sapi yang selama ini memberi warna diatur sedemikian rupa sehingga stabilitas ketersediaan barang dan fluktuasi harga dapat dijaga kestabilannya. Blantik, jagal pasar, pedagang daging, KUD adalah mata rantai yang dibangun untuk mendukung ekonomi kerakyatan.
4.Bijak dalam Impor Ternak dan Daging/Jerohan Sapi
Banyaknya impor ternak dan daging/jerohan sapi tidak sebanding dengan kebutuhan yang ada akan menyebabkan terjadinya koreksi harga akibat persaingan yang tidak sehat dalam tataniaga ternak dan daging/jerohan sapi. Bijak dalam pelaksanaan impor dan pengenaan pajak impor pada produk-produk tersebut akan membantu perkembangan usaha ternak sapi potong nasional. Sebaiknya BULOG sapi segera dibentuk sebagai salah satu buffer penyediaan produk asal sapi dan penjaga stabilisasi harga. Pemerintah sebaiknya memiliki Unit Pelaksana Teknis Kandang Penyangga Produk Ternak Sapi yang saat ini beberapa fasilitasnya tersebar di beberapa wilayah. UPT ini nantinya akan melakukan pemeliharaan ternak sapi, mulai breeding – rearing sampai fattening. Saat harga produk asal sapi dipasar tinggi, maka UPT ini akan melepas asset ternaknya sehingg harga terkoreksi sesuai dengan daya beli masyarakat. Demikian juga bila harga dipasar rendah karena over supply, maka pemerintah wajib melakukan sweeping kelebihan ternak potong dan juga ternak indukan produktif untuk dikembangkan dalam UPT. Sumber pembiayaan dapat diperoleh dari APBN, pajak bea masuk ternak dan daging impor serta keuntungan pengelolaan oleh UPT.
5.Penegakan Aturan
Undang-undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan adalah payung hukum dalam menjalankan aturan. Aturan dan kebijakan peternakan merupakan rambu-rambu hukum dalam melakukan usaha ternak yang terarah, terencana dan tertata. Melalui penegakan aturan yang ketat, peternakan Indonesia akan menuju kearah yang lebih profesional, sehingga model perdagangan dengan negara lain juga dapat dilakukan secara berimbang dan saling menguntungkan.
6.Pemotongan Induk Betina Produktif
Jumlah induk betina produktif yang dipotong sampai saat ini masih sangat besar, sementara larangan pemotogan induk betina produktif sudah disosisalisasikan. Pemeriksaan di Rumah Potong Hewan dan penolakan pemotongan serta penyelamatan terhadap induk betina produktif oleh pemerintah merupakan langkah yang harus diejawantahkan dan segera dilakukan secara terintegrasi diseluruh wilayah Republik Indonesia atau pembelian betina produktif yang akan dipotong untuk dipelihara di UPT serta pemberian sanksi bagi pelaku penjualan ternak sapi induk produktif.
7.Konsistensi Program Pemerintah
Program swasembada daging melalui program-program yang sudah dilaksanakan, seperti Sarjana membangun Desa (SMD), Lembaga Mandiri dan Mengakar pada Masyarakat (LM3), Desa Mandiri Energi dan beberapa scheme bantuan pembiayaan (KKPE = Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, KUPS = Kredit Usaha Pembibitan Sapi), bila menggunakan ternak impor, seharusnya dilakukan dengan menggunakan ternak peranakan pure breed (seperti Simmental, Limousine, Brangus, Brahman, Angus) yang benar-benar diseleksi dan didampingi proses protokolnya dari negara asal ternak sampai pelaksanaan dilapangan. Selama ini program pemerintah dalam pembangunan peternakan nasional masih belum memiliki rencana jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Program yang dibuat cenderung instan dan hanya karena terbawa arus masyarakat peternakan nasional.
8.Rangsangan dan Stimulus
a.Revitalisasi dan sosialisasi Unit Pelaksana Teknis milik Departemen Pertanian yang dapat memajukan usaha ternak sapi potong, seperti Balai Besar Inseminasi Buatan, Balai Embrio Transfer, Balai Penelitian Ternak, Balai Penelitian Veteriner, Balai Besar Penelitian Ternak Unggul dan institusi lain yang berkenaan dengan penelitian dan pengembangan usaha peternakan sapi potong
b.Peningkatan peran Dinas Peternakan di masing-masing wilayah Indonesia agar dapat menjembatani setiap keputusan yang sudah dibuat oleh Direktorat Jenderal Peternakan – Departemen Pertanian RI sebagai sebuah program nasional. Selama ini terkadang Dinas di Daerah kurang memahami rencana yang dibangun oleh pusat
c.Prioritas khusus berupa fasilitas transportasi temak di pelabuhan, kereta api, kapal laut dan bebas antri di pelabuhan antar pulau serta pengurangan biaya retribusi, pemeriksaan hewan di karantina dan pembebasan pajak hasil ternak
d.Pengadaan Indukan Ternak Sapi Potong melalui sistem kredit lunak untuk pengembangan populasi ternak nasional
e.Proteksi wilayah yang sudah berswasembada dari distribusi ternak dan daging/jerohan impor
f.Fasilitas pemeriksaan teknis di negara asal ternak dan daging/jerohan impor oleh pihak ketiga yang independen
g.Pemberian fasilitas pembiayaan yang murah melalui pendampingan yang ketat dan terarah demi kemajuan peternakan sapi nasional
9.Pola Pertanian Terpadu
Pola integrasi antar komponen yang ada pada sebuah usaha peternakan sehingga menghasilkan produktifitas, efisiensi dan efektifitas tinggi dan memberi nilai ekonomis serta berorientasi ekologis merupakan satu keterpaduan yang akan memberi nilai kesejahteraan. Salah satu manfaat yang dapat diambil adalah ketersediaan pakan bagi ternak, pupuk organik, ketersediaan energi terbarukan, ramah lingkungan (meminimalkan limbah), bernilai edukasi – wisata dan inspiratif. Pemerintah harus merangsang dan melaksanakan program integrasi peternakan dengan pertanian, perkebunan secara sinergi dan berkesinambungan. Pakan merupakan hal penting dalam pengembangan usaha ternak sapi potong sehingga, melalui pola pertanian terpadu akan diperoleh sumber pakan berkualitas dari hasil samping usaha pertanian – perkebunan.
10.Pendampingan dan Bimbingan
Pendampingan petani/peternak akan membuat organisasi petani/peternak menjadi kuat dan transfer informasi, teknologi tepat guna serta komunikasi dengan jalur distribusi akan semakin efektif dan nilai jual produk berbanding lurus dengan kualitasnya. Bimbingan bagi para pelaku dibidang pertanian/peternakan akan mendorong kemajuan dan memberi kenyamanan dalam mengembangkan usaha. Bimbingan yang terus menerus akan membuat pemberdayaan petani/peternak semakin besar dan kuat.
PENUTUP
Mengembangkan usaha peternakan sapi potong dalam mendukung Swasembada Daging Sapi (PSDS) 2014 harus dilaksanakan secara integral dan menyeluruh dengan melibatkan seluruh stake holder. Pengembangan peternakan sapi potong rakyat juga merupakan satu hal penting dalam meletakkan sendi-sendi ekonomi kerakyatan. Penataan kelembagaan, system usaha serta kebijakan dan penegakan aturan merupakan hal yang penting juga untuk dilaksanakan.
06 Desember, 2010
Selamat Tahun Baru Hijriah 1432 H
Mentari Dzulhijah 1431 H mulai tenggelam diufuk
Fajar Muharram 1432 H menggantinya .... Bulan pemula untuk 12 bulan berikutnya
Getar do'a menghantar semangat baru .... Tangan terhantar penuh harap .... Agar tahun ini memberi yang lebih baik, lebih cemerlang, lebih ceria dan lebih berkah.
Selamat Tahun Baru Hijriah 1432 H
Keep on istiqomah untuk selalu berbuat yang terbaik dan meraih kehidupan yang semakin menceriakan
Fajar Muharram 1432 H menggantinya .... Bulan pemula untuk 12 bulan berikutnya
Getar do'a menghantar semangat baru .... Tangan terhantar penuh harap .... Agar tahun ini memberi yang lebih baik, lebih cemerlang, lebih ceria dan lebih berkah.
Selamat Tahun Baru Hijriah 1432 H
Keep on istiqomah untuk selalu berbuat yang terbaik dan meraih kehidupan yang semakin menceriakan
Label:
1431,
1432,
cerah,
ceria,
dzulhijah,
hijriah,
istiqomah,
lebih baik,
muharram,
tahun baru
Langganan:
Postingan (Atom)
Mengenai Saya
- ekabees
- keberadaan saya didunia ... bagi saya adalah keberkahan yang sangat besar .. anugerah tiada tara .. dunia peternakan menjadi salah satu tempat terindah yang saat ini saya selami ... sedikit yang saya dapat berikan saat ini ... sedikit yang dapat saya abdikan saat ini ...