04 Desember, 2011
Kebersamaan menuju Kesejahteraan - Expedisi Waeapo
Diskusi, aplikasi lapangan, sekolah lapang menjadi santapan harian yang selalu dilakukan demi menghasilkan sebuah tatanan masyarakat adat yang luar biasa. Masyarakat adat Pulau Buru saat ini berada dalam cengkeraman persepsi yang kadang keliru dalam menterjemahkan dan mengaplikasikan dalam kehidupan, bagaimana tidak? Untuk hantaran “membeli” wanita untuk dijadikan istri, tidak kurang Rp 100 jutaan dihabiskan untuk membeli kuali, kain berlembar-lebar dan pesta perkawinan, uang diperoleh dari keluarga dan juga sanak saudara se-marga mereka dan hal itu terus berputar-putar mengamini kehidupan yang seharuanya lebih elegan, karena Rp 100-an juta itu tentunya lebih baik bila digunakan untuk membiayai kehidupan kedua mempelai atau modal usaha, karena anggaran untuk pendidikan malah ditiadakan. Saat ini, beberapa tokoh adat sudah berani menolak di’pinjami’ uang untuk perkawinan, beberapa intelektual muda sudah menganggap pendidikan adalah hal yang terpenting.
Ketiada setaraan pendidikan serta “penindasan” kecerdasan oleh penguasa adat jaman dahulu menyebabkan tingkat berfikir masyarakat adat menjadi lemah, kebanyakan mereka memiliki level kehidupan yang ‘nrimo’ (keinginan meningkatkan level kehidupan masih rendah). Sikap soliter (beraktifitas secara individual) dalam masyarakat adat sehingga nilai-nilai solidaritas dalam melakukan aktifitas menjadi sangat menurun (misalnya, penjualan hasil penyulingan minyak kayu putih dan hasil bumi lainnya serta aktifitas sosial lainnya). Peningkatan kualitas sikap mental masyarakat memang sangat perlu ditingkatkan. Keterlenaan mereka dengan kekayaan alam Pulau Buru yang melimpah membuat kemajuan intelektual dan sikap mental mereka menjadi terhambat, ditambah dengan terjadinya sistem budaya adat dengan persepsi keliru sehingga menjadi kendala pengembangan kehidupan masyarakat. Sampai saat ini kebanyakan program yang diberikan kepada masyarakat adat adalah Pembangunan Infrastruktur fisik sementara sikap mental masyarakat masih terabaikan. Padahal sebenarnya Masyarakat Adat memiliki asset yang besar, tetapi kebanyakan masyarakat tidak menyadarinya sehingga mereka selalu merasa hidup dalam kekurangan (mengharapkan bantuan), misalnya mereka merasa tidak memiliki apa-apa, padahal tanah yang mereka miliki cukup luas, beberapa puluh atau ratus tanaman cokelat, tanaman-tanaman kayu berkelas serta keahlian mereka dalam melakukan penyulingan minyak kayu putih kualitas baik. Hal lain yang membuat kualitas kehidupan mereka selalu terjajah adalah model tataniaga hasil bumi melalui jeratan tengkulak serta ilmu dalam pengelolaan usaha dan keuangan yang tidak mereka kuasai menjadikan penindasan ekonomi selalu merangkul sendi kehidupan mereka. Masyarakat transmigrasi dilingkungan masyarakat adat, disadari menjadi inspirasi positif dalam kehidupan masyarakat asli yang hanya dapat terkagum-kagum (masih bermimpi untuk dapat meniru)
Perubahan sikap mental, pendidikan, kualitas teknis dalam melaksanakan budidaya pertanian – perkebunan – peternakan, pemberdayaan perempuan, peningkatan keterampilan (permesinan, perkayuan, sipil) dan peningkatan kualitas keekonomian (panganan keuangan merupakan hal terpenting dalam untuk dapat dilaksanakan, mereka memerlukan hal ini dan kita harus peduli, karena kita adalah satu .. manusia Indonesia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Mengenai Saya
- ekabees
- keberadaan saya didunia ... bagi saya adalah keberkahan yang sangat besar .. anugerah tiada tara .. dunia peternakan menjadi salah satu tempat terindah yang saat ini saya selami ... sedikit yang saya dapat berikan saat ini ... sedikit yang dapat saya abdikan saat ini ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar