28 Januari, 2012
Gerakan 1.000 cangkul dan buku untuk Pulau Buru
Berkonstribusilah untuk Gerakan 1.000 cangkul dan buku untuk Pulau Buru
Bambang Ismawan dan Rhenald Kasali menyerahkan cangkul, bibit rumput,
serta buku “Mengubah Dunia” dan “Dari Akar Kami Tumbuh” kepada
Pastor Joseph Rhetob dan Antoni Besan (anak raja Buru, yang mewakili masyarakat adat)
sebagai pencanangan gerakan 1000 Cangkul dan Buku untuk Pulau Buru.
Pastor Joseph Rhetob meminta dukungan terhadap nasib masa depan anak-anak perempuan asli Buru
yang tidak memiliki akses pendidikan dan masih kuat dengan tradisi kawin di bawah umur.
Rhenald Kasali menyampaikan, melalui 1000 Cangkul dan Buku untuk Pulau Buru, kita dapat memajukan Pulau Buru
bersama-sama, siapapun dapat berkontribusi sekecil apa pun.
Acara yang dipandu Farhan ini juga dimeriahkan oleh penampilan Sanggar Anak Akar.
Kepedulian anda akan sangat berarti, donasikan Rp. 100.000untuk sebuah cangkul dan niat mulia bagi Masyarakat Adat Pulau Buru ke :
Bank Mandiri Cab. Ujung Aspal no. rek. 1240004936762 a.n. Yayasan Rumah Perubahan Indonesia
Rumah Perubahan Jl. Raya Hankam (Samping Gardu Induk PLN Jati Ranggon) Jatimurni, Pondok Melati Bekasi 17431 - Jawa Barat Telp : (021) 845 90010, (021) 843 04579 Fax : (021) 845 90211 email : info@rumahperubahan.com
25 Januari, 2012
Melaju dan Meraih Potensi - Ekspedisi Waeapo II
Keesokan harinya, tepat pukul 06.40 WIT, kami bergerak menjemput kelompok dan bergegas menuju lokasi pengambilan daun sagu, pergerakan pengambilan daun jauh lebih ‘beringas’ dan sampai pukul 11.30 WIT, terambil enam gelondong daun sagu dengan bobot rataan 80kg, sempat terjadi masalah, ban kendaraan pecah karena membawa banyak beban, setelah diganti dengan ban cadangan, kelompok bergerak kembali dan selepas bongkar muatan kami bergerak kembali ke asrama setelah berjanji untuk berkumpul sekitar pukul 20.00 WIT untuk bersama-sama ke Namlea. Sesampai di asrama, anak-anak asrama dan anak-anak perempuan sekitar asrama sudah menunggu, pastor menjanjikan mereka piknik kepantai. Selepas acara kebaktian di asrama dan sambil menunggu acara kebaktian, saya berkemas-kemas di kamar, malam ini kami akan ke Namlea dengan dua program, program pertama adalah memjemput Adam dan Mas Haedy, program kedua adalah belanja kuali dan support tools untuk ketel. Sekitar pukul 21.30 WIT kami berangkat. Kondisi yang mendung dan nyaris hujan, membuat pastor meminta saya mengambil alih kemudi agar tidak berada di belakang yang terbuka dan kemungkinan basah karena hujan. Sesampai di Namlea sekitar pukul 23.00 WIT, saya masih belum langsung tidur, Juventus vs Udinesse cukup menarik untuk disaksikan dan sekaligus membunuh waktu karena kapal akan sampai di Namlea membawa Adam dan Mas Haedy sekitar pukul 04.00 WIT. Akhirnya sekitar pukul 01.00 WIT saya masuk kamar Frater Etus dan sambil melihat film dari laptop, saya tidur-tidur ayam sampai pukul 03.00 WIT, masih agar goyang sebenarnya, lalu kaki melangkah menuju kamar mandi dan sedikit membasahi muka, lalu membangunkan Iron. Sekitar pukul 03,30 WIT kami berangkat dan antre menunggu Elizabeth II merapat. Setelah merapat dan sebagian penumpang turun, baru kami keatas dan menjemput Adam dan Mas haedy di kamar no 20. Setelah semua siap, kami bergerak menuju asrama. Setelah semuanya selesai melakukan persiapan, sekitar pukul 09.00 WIT rombongan belanja keperlua ketel, empat kuali, sekop, bendrat tebal dan beberapa peralatan lain dipersiapkan mereka. Selanjutnya pukul 11.00 WIT kami berangkat menuju Waeapo, sebelumnya singgah sementara untuk makan siang dan isi premium.
Perjalanan menuju Waeapo terasa lebih panjang tetapi menyenangkan, pada beberapa lokasi, kami berhenti. Sesuai dengan tugas Adam untuk mengambil gambar tentang Penduduk Asli Pulau Buru, kami berhenti di beberapa tempat, seperti misalnya di Desa Savana jaya, Mako, sisi sungau Waeapo dan lokasi Usaha Bersama. Selepas bongkar muatan, seluruh tas dimasukkan ke kabin, karena hari sudah mulai hujan dan penting untuk lebih menyelamatkan bawaan. Akhirnya berhujan-hujan sampai asrama dan Adam sudah harus terciprat lumpur dari roda kendaraan saat berusaha bebas dari kepungan lumpur. Sesampai di asrama, kami mandi dan berehat.
Keesokan harinya selama dua hari berturut-turut kegiatan yang dilakukan selain tetap menjalankan tugas kelompok juga mendampingi Adam untuk mendapatkan foto-foto, seperti foto potensi alam, ternak, gunung kayu putih, Pak Roni dan kegiatan pengambilan daun sagu. Kunjungan kembali ke Weflan juga kami lakukan dan kembali, sambutan hangat kami terima dan kamipun sempat melihat ketel yang sedang dijalankan oleh adik Pak Edy Behuku. Selepas makan siang kami melanjutkan program dengan menjemput kelompok yang mengambil daun sagu selanjutnya kami sampai asrama dan bersiap untuk menjalani hari teakhir di Waeapo besok. Keesokan harinya, pukul 05.30 WIT kami sudah bergerak ke dusun Metar, kami segera melangkah menuju air terjun Metar yang kabarnya menawan. Kami melangkah pada track ditengah-tengah alang-alang yang menjuntai, kemudian memasuki vegetasi tanaman keras dan sampai akhirnya pada sebuah kelokan sungai, kami menyusuri sungai menuju air terjun. Sambil saling mengambil foto suasana alam, kami akhirnya sampai di air terjun yang sangat menawan dan luar biasa. Sebuah gerojogan air yang mengangungkan kuasaNYA serta mengisyaratkan sebuah potensi yang sangat nyata dalam bidang pengembangan wisata alam. Setelah menceburkan diri di danau dibawah air terjun dengan kedalaman sampai 6 meter itu, dengan melawan rasa takut untuk dapat terjun dan akhirnya berhasil mencapai permukaan. Akhirnya dari rencana 2 jam, molor sampai 6 jam di lokasi air terjun dan baru setelah makan siang kami dapat sampai di asrama dan kemudian menjemput Pak Tony untuk bersama-sama sampai Namlea. Sekitar pukul 16.30 WIT kami sampai Namlea dan sontak, selepas seluruh barang dibongkar, hujan deras mengguyur Namlea, sangat deras sampai akhirnya hampir mencoba mencarter angkot untuk mengantar ke pelabuhan. Sekitar pukul 18.30 WIT, hujan mendadak berhenti dan seperti sebuah keberkahan yang nyata dari NYA, kami berhasil berangkat ke pelabuhan dan sampai di Ferry. Sekitar pukul 20.00 WIT, kami meninggalkan pelabuhan Namlea menuju Ambon, mengakhiri ekspedisi kali ini untuk mempersiapkan diri menuju ekspedisi selanjutnya.
Label:
adam,
air terjun,
atap,
daun sagu,
foto,
ketel;,
kreatifitas,
namlea
Kembali ke Ritme ... dan lahirlah Kreatifitas - Ekspedisi Waeapo II
Hari yang cerah itu dimulai dengan pembumbunan lahan rumput dan penananaman stek baru sampai menjelang tengah hari, seperti biasa, saat istirahat menjelang dan kelompok mulai berkumpul sampai menikmati rokok dan sirih-pinang, saat itulah masukan-masukan dan pendampingan tentang arti pelaksanaan kegiatan dilaksanakan sebagai sarana yang paling mudah untuk memberikan penyuluhan. Selepas makan siang, kelompok segera bergerak menuju jalan menuju lokasi, sabetan parang mulai melakukan tugas membersihkan rumput liar yang menutupi lokasi. Selepas parang bekerja, giliran herbisida bergerak menyemprot tanaman liar sampai tandas. Selepas siang, pergerakan menuju kediaman Pak Roni dilakukan, melalui Kampung Dalam yang dihuni penduduk asli dengan vegetasi hutan yang menyejukkan. Beberapa orang anak sedang ambil kesempatan bersumbangsih bagi keluarga dengan menunggu dan berjualan durian jatohan. Kesempatan sangat terbuka karena kaum lelaki dewasa banyak yang pergi menambang emas. Setelah hutan, kompleks persawahan yang subur dan manstaf terbentang menampakkan kesuburan alam Indonesia. Sebelum senja datang, kami sudah mencapai kediaman beliau berbentul leter ‘L’ dengan bagian depan digunakan untuk warung kelontong dan lokasi pijat refleksi (beliau saat menjadi tahanan politik, sempat berguru diam-diam dengan seorang singkek, bernaka Li Tek Hwan). Sementara hujan mulai rintik-rintik dan beliau sedang bepergian, kami berbincang dengan istri beliau yang ternyata istri beliau dari perkawinan yang ketiga. Perkawinan pertama beliau harus terpisah karena beliau ditangkap oleh Orde Baru dan berpindah dari penjara satu kepenjara lainnya. Kemudian beliau menikah kembali dan kembali harus berakhir karena terpisah oleh kerusuhan tahun 1999. Kemudian perkawinan ketiga dengan seorang ibu yang membawa empat orang anak. Sekitar 30 menit kami menunggu sampai akhirnya muncul sosok yang ditunggu, seorang lelaki berumur dengan baju batik cokelat bercelana pendek. Wajah yang tampak sangat segar terpancar dari sosok yang pernah mengalami jutaan kekerasan fisik diwaktu itu. Sambutan sangat hangat kami terima dan berteman dengan barang dagangan di warung kelontongnya itu, beliau menceritakan perjalanan kehidupan beliau sejak beliau bergabung dengan laskar pelajar sampai akhirnya beliau masuk tentara untuk kemudian ditangkap dan berpindah-pindah penjara sampai akhirnya dibuang di Pulau Buru. Cerita demi cerita mengalir sejak awal pertama tiba di Pulau Buru sampai akhirnya berkehidupan dan tidak bersedia kembali ke Pulau jawa karena keinginan beliau untuk tetap memajukan Pulau Buru bersama-sama dengan tahanan politik lainnya, seperti : Bapak Kuncung dan Bapak Slamet. Tanpa terasa pukul 23,00 WIT pembicaraan berakhir dan kami harus kembali ke asrama. Kapsul kosong yang beliau harapkan dapat dibawakan dari Jawa melalui Uda Masril telah diserahkan dan diharapkan dapat digunakan untuk obat-obatan herbal yang beliau kembangkan. Beliau memohon agar dapat membantu beliau menganalisa gingseng dari Korea yang sudah beliau tanam. Sungguh perjalanan yang mengasyikkan dan menginspirasi, karena beliau selalu berpesan untuk dapat “TIDUR DENGAN TERSENYUM”
Keesokan harinya, aktifitas tetap dilanjutkan dengan melakukan pembersihan lahan sampai menjelang sore. Malam hari dilanjutkan pertemuan dengan Pak Agus, Pak Alex dan Pak Tony tentang rencana kelanjutan pelaksanaan pembangunan ketel penyulingan minyak kayu putih. Jumat pagi acara dilanjutkan dengan pencarian kayu dan bambu untuk rangka rumah ketel. Sempat saya bercakap tegas dengan mereka karena ada perselingkuhan kesepakatan, awalnya rumah ketel terdiri atas dua tungku, dimana satu tungku berisi dua ketel, tetapi dari rangka yang dibangun, mereka membuat satu tungku untuk satu ketel, otomatis saya segera melakukan tindakan tegas untuk mengkondisikan kelompok agar selalu berada pada koridor yang konsisten dan memiliki komitmen. “kalau begitu, hentikan semua kegiatan, kita berkumpul lagi dan berembug untuk merubah konsensus”, tegas saya, mendadak sontak mereka terdiam dan akhirnya mereka melakukan perubahan rangka rumah dengan merubah menjadi satu tungku dua ketel. Saya diam dan tidak bergerak meninggalkan lokasi, saya tetap menemani mereka. Saya kemudian sampaikan kepada Pak Tony selaku ketua tim 6 bawa ketegasan adalah hal yang penting untuk menjaga konsistensi dan komitmen kelompok. Saat hujan mulai turun dengan derasnya, acara dilanjutkan di dalam bangunan asrama dan tiba-tiba saja ide untuk membuat kolam ikan kembali terkuak, sebuah kreatifitas yang selama ini terkungkung dalam ketidakmampuan dalam mengungkapkan. Sore itu pula timbul satu kreatifitas yang luar biasa, atap akan dibuat bersama dengan kelompok, tidak jadi membeli. Keputusannya, sebagian kelompok akan melakukan pencarian daun sagu untuk atap dan sebagian lain akan meneruskan pencarian bahan baku untuk rumah ketel, sebuah pengaturan mandiri dan kreatif.
Acara pagi terlalui dengan berkumpul untuk mempersiapkan diri menuju ke lokasi tanaman sagu milik keluarga Besan yang melalui jalan di Unit 5. Saat berbelok dan melewati unit 5, terlihat jelas perbedaan bangunan antara masyarakat transmigrasi dengan penduduk asli. Rumah batu dan model arsitektur modern banyak berdiri diseputaran lokasi milik masyarakat transmigrasi. Sementara rumah milik masyarakat adat masih didominasi kayu dan berlantai tanah atau campuran pasir-semen. Satu lagi kearifan lokal tampak, setiap anggota masyarakat diperbolehkan mengambil daun dan sagu tanpa memandang golongan. Kebebasan ini sangat tampak dimana kami bebas memilih tanaman sagu. Tidak kurang dari lima gelondong daun sagu berhasil diambil dengan bobot rataan 40kg. Selesai dmuat, daun dibawa ke lokasi dan dianyam untuk dijadikan atap rumah ketel. Kesepakatan sore itu, besok pengambilan daun dilakukan lebih cepat, sekitar pukul 07.00 WIT diharapkan sudah berangkat. Sayapun memerlukan untuk pergi ke rumah Ibu Bidan Paulina, saya perlu amoxycilin untuk mengatasi infeksi tubuh karena daya tahan yang menurun, terjadi pembengkakan kelenjar getah bening. Sempat pula percakapan tentang fasilitas obat-obatan di seputaran Waeapo yang jarang tersentuh obat paten, hampir seluruhnya obat generik ditambah bebrapa tenaga kesehatan masih belum memiliki alat-alat kesehatan, meski itu hanya sebuah stetoskop sekalipun
Mereka Perlu Pendamping - Ekspedisi Waeapo II
Senin siang itu, perjalanan ke lokasi Usaha Bersama melalui Pemberdayaan Masyarakat Adat Pulau Buru di Dusun Metar, Desa Lele, Kecamatan Waeapo dilakukan. Tetap melalui jalan yang sama dengan kondisi yang sama dan hampir-hampir tanpa perubahan berarti. Memang tampak jalur menuju lokasi tambang emas di unit 11 daerah transmigrasi mulai ramai dengan masyarakat dengan menggunakan sepeda motor dan juga kendaraan roda empat. Perjalanan yang sudah mulai disambut dengan hujan deras sejak ibukota kecamatan Mako itu berakhir di asrama dan program pemberdayaan kembali dilaksanakan.
Keesokan harinya, kunjungan kelokasi Usaha Bersama Pemberdayaan Masyarakat Pulau Buru dilaksanakan ... dan ternyata, memang ada kelesuan disana, ada ketidakgairahan serta ada kecanggungan manajemen. Kedatangan pagi itupun dimulai dari rumah Pak Agus Hukunala (Kepala Dusun), kami berkumpul dan saling mengumpulkan cerita satu sama lain sambil menganalisa titik simpul permasalahan. Ketiadaan program aktifitas dan ketiadaan person yang mengawal, menyebabkan stagnasi kegiatan. Kelompok bagai anak ayam kehilangan induknya dan bagai tertiup angin ... ya, boleh dibilang mereka bagaikan bendera, kemana angin berhembus kesitulah mereka berkibar dan bila tiada angin, lambaian-lambaian kecil menjadi jawabannya ... atau juga seperti bunga alang-alang, kemana angin berhembus, kesitulah mereka beterbangan. Koordinasi selanjutnya adalah segera melakukan action untuk melakukan pengaturan yang lebih baik dan mengembalian kondisi kelompok pada track-nya. Hanya dengan MELAKUKAN maka seluruh aktifitas akan kembali lancar.
Akhirnya rapat dengan Team 6, ternyata memang terjadi koordinasi yang kacau ditambah komunikasi yang terganggu, tetapi dalam diri seluruh anggota Team 6 semangat itu masih membara, sangat terlihat dari antusiasme mereka datang ditengah guyuran hujan yang sangat lebat serta pasokan listrik PLN yang terganggu. Nyala lilin dan ‘senthir’ menjadi sumber cahaya terang benderang dan itu sangat cukup untuk membuat kobaran semangat Team 6 menyebarkan kehangatan. Tanpa terasa, pertemuan yang dimulai pukul 19.30 WIT itu akhirnya berhasil menyelesaikan beberapa agenda, antara lain : mendatangkan jonder (traktor pertanian) untuk membersihkan seluruh areal dari tunggul dan melakukan persiapan penanaman jagung – kacang tanah – ubi jalar, pengerahan kelompok untuk melakukan pembersihan lokasi serta melakukan persiapan untuk kandang serta penanganan rumput. Tepat pukul 23.30 WIT acara selesai dan rinai hujan rintik menemani kepulangan Team 6.
Keesokan harinya, seperti biasa ... Suzuki pick up biru itu membawa keluar menuju lokasi. Sesampainya disana dan melakukan aktifitas penataan lokasi penanaman rumput dengan cara memecah rumpun yang sudah bertunas dan melakukan pendangiran lahan sampai siang. Acara dilanjutkan dengan makan siang di rumah Pak Dominikus Behuku, rumah beliau memang dijadikan sebagai dapur umum aktifitas, selesai makan siang Pak Edy dan Pak Tony segera merapat dan mengajukan sebuah ide untuk membangun rumah ketel konvensional seperti yang biasanya ada .. wow wow wow, ternyata .. mereka menyimpan boom waktu dan mulai meledak nih sepertinya, keyakinan bahwa kearifan lokal dan keluhuran budaya masyarakay adat mulai terkuak perlahan. Pendampingan dan bimbingan yang mereka terima ternyata menyamankan mereka dan membuat mereka mampu memberikan konstribusi kreatif. Mereka menyatakan, bahwa dengan adanya ketel yang dibangun dilokasi akan membuat lokasi selalu ada yang beraktifitas selain itu terdapat nilai ekonomis yang diperoleh bagi kelompok dan juga individu yang melakukan penyulingan minyak kayu putih.
SMS koordinasi ke Mas Yoyok-pun meluncur disela minimnya signal handphone. Memang jawaban yang sore itu dikirim baru keesokan harinya masuk, tetapi sebuah kegembiraan dari kelompok sangat terasa. Meskipun saat berkunjung ke Desa Weflan, jawaban atas usul itu tidak dapat disampaikan dengan segera, tetapi kunjungan ke Weflan sore itu sangat berkesan. Bagaimana tidak? Untuk mencapainya diperlukan perjuangan dengan melewati beberapa kolam di jalan akibat aliran air yang meluap sampai ke jalan, bisa dibayangkan waktu itu Pak Edy dan Pak Carolus berkunjung malam hari ke asrama dan pulang sekitar pukul 02.00 WIT. Sekitar satu jam setengah perjalanan dengan kondisi jalan yang cukup berat sampailah ke desa Weflan (mirip seperti film Robinhood, ada desa setelah melewati hutan dengan barisan rumah dikanan dan kiri jalan). Sambutan hangat mengabarkan ucapan Selamat Datang. Senyum hangat Bapak Soa dan sebagian besar warga desa Weflan memberi rengkuh persudaraan yang hangat. Perbincangan dan diskusi yang sangat renyah serenyah gidangan malam itu, kacang bawang dan singkong goreng, memberi tempat bagi persaudaraan yang tulus. Rencana kunjungan satu jam, akhirnya molor sampai tiga jam setengah, sekitar pukul 22.00 WIT kepulangan yang diantar dengan lambaian hangat terasa menyenangkan, seperti juga menyenangkan saat Pak Edy dengan setengah memaksa untuk berkunjung kerumah beliau.
Label:
bapak soa,
kelompok,
kerjasama,
pendampingan,
pulau buru,
weflan
Tantangan itu adalah Peluang Terbaik - Ekspedisi Waeapo II
Seperti biasa, perjalanan tengah malam sampai pagi menjelang melalui sebuah penerbangan tanpa henti dari Bandara Soekarno-Hatta sampai Bandara Pattimura diisi dengan ‘bertapa’ alias molor alias dalam mimpi panjang. Pak Santi dengan Innova hitamnya sudah siap dan segera membawa kendaraan di pelataran. Setelah meneguk kopi hitam, penginapan adalah lokasi paling pas untuk membersihkan diri dan menyimpan barang bawaan. Selepas tengah hari, perjalanan keliling salah satu sisi kota Ambon dilakukan setelah makan siang dengan ikan kuah kuning. Komunikasi melalui panggilan telephone atau BBM dan SMS sangat mudah mengalir, mengisi sebagian waktu disiang yang terik.
Selepas makan siang, perjalanan menuju kawasan Maluku Tengah dilakuan melewati sisi bandara. Kondisi wilayah Maluku Tengah yang sedang melakukan persiapan pemilihan Pimpinan Daerah sangat indah disepanjang pantai, seandainya dilakukan eksplorasi wisata pntai, tentunya akan menjadi salah satu daerah tujuan wisata yang menarik. Perjalanan berlanjut sampai ujung Teluk Alang yang merupakan tanah kelahiran Gubernur Maluku, Bapak Karel Albert Rarahallu. Sore menjelang dan perjalanan sepanjang siang sampai sore itu menyisakan kepuasan yang sangat saat mendalam akan keagungan Yang Maha Memberi. Persiapan satu jam menuju waktu untuk segera ke pelabuhan dan berangkat ke Namlea. Selepas mampir membeli handuk, perjalanan menuju Pelabuhan kecil bernama Waeame sangat lancar dan segera menyewa sebuah sampan bermotor (disana dikenal dengan nama Speed Boat). Kurang dari sepuluh menit, speed boat sudah mencapai pintu sisi kanan KMP Elizabeth II, langsung menuju ke lantai III kamar 20, kamar yang sudah dipesan oleh Pastor Oche sebelumnya. Kondisi kamar yang ber-AC dan rasa kantuk yang masih menggantung segera membawa ke alam mimpi setelah selesai membayar administrasi kapal dan kamar. Alarm sudah disetel tepat pukul 03.00 dengan harapan ada waktu untuk mempersiapkan diri sebelum sandar. Ternyata ada satu hal yang keliru, alarm disetel pada hp dengan waktu menunjukkan Waktu Indonesia Bagian Barat sehingga tidak ada alarm berbunyi, melainkan sebuah panggilan yang ternyata dari Iron (Heronimus Reyaan –driver Paroki Maria Bintang Laut) pada pukul 04.00 WIT, dengan bertatih-tatih gorden kamar tersibak dan terhampar lautan, “masih belum sampai Ron, nanti kalau sudah sandar saya kabari”, demikian isi telephon-ku padanya. Kubuka pintu kamar dan bergegas menuju toilet, weits .... ternyata aku sudah sampai dan kapal sudah sandar, mungkin sudah setengah jam lalu, bergegas ku telephon kembali Iron dan menyampaikan bahwa aku sudah sandar. Bertatih kujinjing tas pakaian, tas obat-obatan ternak dan kardus rumput serta kugendong ransel setelah laptop dan ubo rampenya dimasukkan kedalam ransel. Sambil menunggu Iron, aku duduk di buritan atas sambil melihat turunnya penumpang lain dan sepeda motor. Setelah Iron sampai, perjalanan menuju Kepastoran Namlea adalah destinasi berikutnya. Selepas shubuh, menanti sambil menonton televisi dan tentunya mereguk kopi adalah aktifitas pengisi Minggu pagi sampai Bruder Petrus bangun dan bersiap memimpin kebaktian sore itu. Diskusi kecil tentang kondisi terakhir di Metar, dataran Waelo, kecamatan Waeapo memberi informasi yang mencengangkan, membangkitkan rasa keprihatinan dan menjadi tantangan dengan nilai peluang luar biasa.
Kebanyakan masyarakat Waelo saat ini, khususnya laki-laki sedang demam menambang emas. Banyak aktifitas yang ditinggalkan untuk pergi mendulang emas. Sebuah keprihatinan, karena efek sosial yang negatif sangat mungkin terjadi dan ‘pemanfaatan’ masyarakat oleh pendatang akan sangat mungkin terjadi, mengingat keterbatasan informasi tentang hal baru tersebut. Memang benar adanya, emas bagaikan gula yang menarik semut-semut untuk berdatangan, tak ayal berita tentang emas menjadi sengatan magnit yang sangat dahsyat, ribuan orang berduyun mendatangi gunung emas dan mengadu nasib mendulang emas, dari Pulau Buru sendiri, dari Sulawesi, dari Jawa semuanya bedatangan ke Dusun Wansait, Anhoni dan Sampeno . Emas yang bentuknya seperti vetsin itu menjadi incaran banyak penambang. Dengan karcis masuk sebesar Rp 100.000 per orang per hari, ditambah dengan bekal makan , mereka mentargetkan harus mendapat minimal 1 gram emas per dua hari sehingga dengan perhitungan satu gram yang dihargai Rp 350.000 (sebelumnya sempat Rp 450.000 per gram, lalu turun kerena ada usaha konspirasi ‘menterpaksakan masyarakat’), dikurangi biaya ‘parkir diri’ sebesar Rp 200.000, dikurangi lagi dengan biaya makan dan rokok sekitar Rp 75.000 – 100.000, maka masih ada Rp 50.000 sebagai upah kerja. Rata-rata mereka mendapat 1,5 – 2 gram emas. Hampir setiap sudut pembicaraan warga selalu berkisar tentang emas, emas dan emas. Beberapa titik sumber emaspun terkuak, ada di Dusun Metar, Desa Wabsalit dan Desa Weflan. Pemerintah Daerah berencana mengambil alih lokasi pada awal Februari nanti, dengan alasan keamanan dan pengelolaan yang lebih baik.
Label:
keindahan,
maluku tengah,
pantai,
peluang,
tambang emas rakyat,
tanjung alang,
tantangan
KeberkahanNYA ... nyata - Ekspedisi Waeapo II
Untuk kedua kalinya, kunjungan kali ini lebih memiliki satu passion yang luar biasa. Luar biasa pertama, adalah proses keberangkatan yang didahului sebuah pertemuan dahsyat di Restoran Al Jazeerah, sebuah restoran Timur Tengah di Jl. Raden Saleh – Cikini – Jakarta Pusat. Betapa tidak, tanggal 5 Januari 2012 itu sudah disiapkan sebuah perancangan keberangkatan pada pagi esok hari dengan Sriwijaya Air, tetapi sebuah telephone pada sekitar pukul 11.15 WIB di seputaran Bangak, merubah jadual dan membuat semuanya menjadi penuh hikmah – berkah dan ujian akan istiqomah – amanah – prioritas dan keberkahan.
Janji dengan dokter pada pukul 16.00 WIB d Prodia untuk general check up merupakan hal penting yang tentunya tidak serta merta mudah diabaikan, sementara telephone untuk segera ke Jakarta sore itu karena Menteri Negara BUMN, Bapak Dahlan Iskan menyediakan waktu pada pukul 19.00 WIB untuk bertemu juga merupakan satu hal yang tidak kalah pentingnya. Akhirnya schedule untuk berangkat ke Jakarta setelah general check up menjadi pilihan dan ditekadkan untuk dapat terealisasi.
Keberadaan informasi pada ticket Lion Air yang menunjukkan waktu pukul 17.40 WIB (yang berarti akan tiba di Jakarta minimal pukul 18.40 WIB) ditambah perjalanan ke lokasi di tengah waktu pulang kantor membuat peluang untuk dapat hadir di pertemuan menjadi sangat kecil sekali.
Akhirnya memang ketibaan di bandara Adi Soemarmo sebelum pukul 17.10 WIB dapat tertunaikan, dan Allah SWT saat itu memberikan sebuah ujian untuk mengambil langkah strategis dan mengambil keputusan, LION Air delayed !! minimal satu jam.
Akhirnya, akting pun terjadi dengan satu tujuan, dapat ikut Garuda Indonesia Airways yang berangkat pukul 18.30 WIB, biasanya Garuda cenderung sangat tepat waktu. Setengah jam kemudian, dengan menambah dana Rp 24.000 akhirnya diperolehlah ticket GIA dan tepat pukul 18.30 WIB terbang ke Cengkareng, sementara Lion Air yang seharusnya berangkat pukul 18.40 WIB malah belum landing, alhamdulillah.
Setiba diSoetta, kabar ujian datang, Slipi macet sangat karena ada angin yang merubuhkan pohon – baliho sehingga menghalangi lalu lintas. Dengan taxi gelap (setelah menunggu taxi resmi ternyata antre sedemikian banyak) perjalanan ke Al Jazeerah memakan waktu sekitar 2,5 jam ... dan, alhamdulillah –pertemuan belum lama dilangsungkan, karena Bapak Menteri menberikan pengarahan pada pihak PT Percetakan Negara dan hal itu cukup memakan waktu.
Saat disampaikan potensi Pulau Buru dengan kondisi persawahan yang luar biasa dan potensi lain yang dapat dikembangkan, Pak Menteri menanyakan kemungkinan mengembangkan peternakan sapi potong. Angka 100.000 ekor tersampaikan dan langsung disambut dengan permintaan untuk membuat program bisnis bagi 100.000 kor ternak tersebut. Pertemuan yang membahas tentang beberapa hal srategis tersebut diakhir dengan foto bersama dan ‘toss’ bagi pengabdian berarti untuk Nusantara.
Tanggal 6 pagi dilakukan pertemuan dengan beberapa tokoh Kewirausahaan Sosial dan membahas tentang beberapa hal strategis untuk pengembangan kewirausahaan, termasuk pengembangan Pulau Buru.
Selesai acara dan acara-acara lain hari itu, perjalanan malam menjadi program berikutnya ... perjalanan menuju Ambon.
Janji dengan dokter pada pukul 16.00 WIB d Prodia untuk general check up merupakan hal penting yang tentunya tidak serta merta mudah diabaikan, sementara telephone untuk segera ke Jakarta sore itu karena Menteri Negara BUMN, Bapak Dahlan Iskan menyediakan waktu pada pukul 19.00 WIB untuk bertemu juga merupakan satu hal yang tidak kalah pentingnya. Akhirnya schedule untuk berangkat ke Jakarta setelah general check up menjadi pilihan dan ditekadkan untuk dapat terealisasi.
Keberadaan informasi pada ticket Lion Air yang menunjukkan waktu pukul 17.40 WIB (yang berarti akan tiba di Jakarta minimal pukul 18.40 WIB) ditambah perjalanan ke lokasi di tengah waktu pulang kantor membuat peluang untuk dapat hadir di pertemuan menjadi sangat kecil sekali.
Akhirnya memang ketibaan di bandara Adi Soemarmo sebelum pukul 17.10 WIB dapat tertunaikan, dan Allah SWT saat itu memberikan sebuah ujian untuk mengambil langkah strategis dan mengambil keputusan, LION Air delayed !! minimal satu jam.
Akhirnya, akting pun terjadi dengan satu tujuan, dapat ikut Garuda Indonesia Airways yang berangkat pukul 18.30 WIB, biasanya Garuda cenderung sangat tepat waktu. Setengah jam kemudian, dengan menambah dana Rp 24.000 akhirnya diperolehlah ticket GIA dan tepat pukul 18.30 WIB terbang ke Cengkareng, sementara Lion Air yang seharusnya berangkat pukul 18.40 WIB malah belum landing, alhamdulillah.
Setiba diSoetta, kabar ujian datang, Slipi macet sangat karena ada angin yang merubuhkan pohon – baliho sehingga menghalangi lalu lintas. Dengan taxi gelap (setelah menunggu taxi resmi ternyata antre sedemikian banyak) perjalanan ke Al Jazeerah memakan waktu sekitar 2,5 jam ... dan, alhamdulillah –pertemuan belum lama dilangsungkan, karena Bapak Menteri menberikan pengarahan pada pihak PT Percetakan Negara dan hal itu cukup memakan waktu.
Saat disampaikan potensi Pulau Buru dengan kondisi persawahan yang luar biasa dan potensi lain yang dapat dikembangkan, Pak Menteri menanyakan kemungkinan mengembangkan peternakan sapi potong. Angka 100.000 ekor tersampaikan dan langsung disambut dengan permintaan untuk membuat program bisnis bagi 100.000 kor ternak tersebut. Pertemuan yang membahas tentang beberapa hal srategis tersebut diakhir dengan foto bersama dan ‘toss’ bagi pengabdian berarti untuk Nusantara.
Tanggal 6 pagi dilakukan pertemuan dengan beberapa tokoh Kewirausahaan Sosial dan membahas tentang beberapa hal strategis untuk pengembangan kewirausahaan, termasuk pengembangan Pulau Buru.
Selesai acara dan acara-acara lain hari itu, perjalanan malam menjadi program berikutnya ... perjalanan menuju Ambon.
Label:
berkahn pesawat,
bumn,
delay,
dokter,
menteri,
pembibitan,
ternak sapi
03 Januari, 2012
#tanamsatupohon ... Menanam Masa Depan
"Alam ini bukan warisan orang tua kita, tapi titipan anak cucu yang harus kita jaga. ” (Bang Idin)
Sebuah ungkapan yang sangat sederhana tetapi memberi tanggungjawab, komitmen dan implikasi yang luar biasa. Bapak Chaerudin dengan caranya yang sederhana menyampaikan pesan tentang kelestarian di kawasan Kali Pesanggrahan agar terjaga kelestariannya. Berangkat dari rasa prihatin pada pembangunan yang kurang memperhatikan kelestarian alam, Bang Idin –demikian beliau biasa dipanggil- sejak 20 tahun silam mulai terjun dalam sebuah mega komitmen melestarikan alam. 120 km kali Pesanggrahan ditelusurinya mulai kawasan Gede Pangrango dengan dengan menggunakan batang (gedebong-betawi) pisang.
"Gue sedih Neng sama bangsa ini, pada gak punya hati nurani semua orientasinya ke duit", kalimat yang meluncur tanpa beban dari beliau di pendopo Hutan Kota Pesanggrahan yang asri dan apik. “Bayangkan semua pembangunan tidak ada yang memperhatikan lingkungan, bahkan gue mau masuk ke kampung gue sendiri masa harus ninggalin KTP di depan, apa gak dajjal itu mereka”, ungkapnya dengan nada khas betawi. Rasa keprihatinan beliau semakin menjadi-jadi karena aliran sungai yang dicemari sampah dan limbah.
Hal tersebut akhirnya membawa putra Betawi yang hanya sempat mengenyam bangku sekolah sampai kelas 4 SD itu melakukan sesuatu. Mula-mula dibersihkan sampah-sampah di bantaran Kali Pesanggrahan. Masyarakat sekitar menuduh beliau sebagai penganut ilmu hitam lantaran seringnya membersihkan kali dan sholat malam di bantaran kali. Beliau juga pernah ditengarai sebagai salah satu kelompok ninja yang pada tahun 80-an sering melakukan kejahatan di Ibukota.
Keikhlasan beliau dan komitmen beliau terhadap alam inilah yang membuat beliau selalu mengatakan bahwa, “ini adalah perintah Allah” dan beliau tidak pernah meminta bayaran atas segala yang dilakukan. Nafkah keluarganya diperoleh dari hasil memanfaatkan lingkungan di bantaran Kali Pesanggrahan, disela-sela aktifitas membersihkan bantara kali dengan bercocok tanam, beternak dan memanfaatkan limbah. Hal ini akhirnya mampu meluluhkan sebagian orang disekitar beliau untuk melakukan cara yang sama, sehingga lahirlah Kelompok Tani Sangga Buana.
"Gua cuma mikir, apa yang kite lakukan bisa dinikmati oleh orang lain dan bermanfaat bagi orang lain", lanjut pria berkumis yang kerap berpakaian khas Betawi, mengenakan peci berwarna merah, kaos hitam, celana batik dan ikat pinggang kulit ini.
Ketegasan dan memberi pendidikan pada warga yang masih sering membuang sampah di bantaran kali, acap kali beliau lakukan dengan cara memberi peringatan sampai tiga kali, bila masih membandel, seluruh sampah yang baru dibuang, beliau kumpulkan kembali dan digantungkan dimuka rumah warga yang membandel itu.
Pada lahan seluas 40 hektar itulah, Kelompok Tani Sangga Buana beraktifitas melestarikan lingkungan dan memanfaatkan untuk lahan bercocok tanam yang lestari dan berkelanjutan. Nama Bang Idin dan Sangga Buana lebih dahulu dikenal di manca negara daripada di Indonesia. Beliaupun sering diminta menjadi pembicara diluar negeri, terlihat dari beberapa penghargaan yang diterima beliau, selain kalpataru dari Kementerian Lingkungan Hidup RI.
Menjaga kelestarian bantaran kali, mengelola limbah dan melakukan aktifitas bisnis yang bersahabat dengan lingkungan menjadi keseharian Kelompok Tani Sangga Buana dan hal itu membuat Raja Swedia dan Pangeran Arab Saudi terinspirasi dan mengunjungi beliau pada tanggal 31 Januari 2012.
Kegiatan awal #tanamsatupohon telah selesai dilaksanakan dengan berjuta momen dan atmosfer kegiatan yang terus mengisi relung hati setiap insan #srudukers yang melakukan, baik langsung dan tidak langsung.
Diiringi turunnya hujan sebagai wujud keberkahan Sang Maha Kuasa, kegiatan yang berlangsung sejak tanggal 31 Desember 2011 sampai 1 Januari 2012 berhasil mengantarkan 50 tanaman bambu betung –memiliki perakaran yang baik dalam mengikat tanah disepanjang lereng Daerah Aliran Sungai (DAS) kali Pesanggrahan. Hari Sabtu yang temaram menjadi awal dimulainya kegiatan dengan sharing bersama Bang Idin di Pesanggrahan Hutan Kota Karang Tengah sejak ba’da maghrib sampai malam menjelang. Tahun 2012 menjelang dan keremangan Hutan Kota terasa syahdu dan mengantar langkah @abaihaki1 (Agus Baihaki), @iqbal_ubhay (Ikbal), @amirazah (Amir) dan @wirawiry (Wira) menyusuri hutan kota selepas sholat malam untuk menikmati gesekan daun yang ditimpali suara binatang malam yang gembira karena banyak yang memperdulikan rumah mereka.
Selepas Shubuh pertama di tahun 2012, acara #tanamsatupohon terpaksa diubah dari rencana semula, karena hujan yang turun membasahi hutan kota membuat pelaksanan mundur, air hujan sekalian membantu melunakkan tanah tempat pohon ditanam. Sharing dan diskusi antara Bang Idin, @jay_teroris (Mas Jay) dan kelima pentolan #tanamsatupohon @abaihaki1 (Agus Baihaki), @iqbal_ubhay (Ikbal), @amirazah (Amir), @fidafebrina (Fida Febrina) dan @wirawiry (Wira) serta #sruduker yang lain @rifian_tara (Rifi), @fitriedeeanic (Fitri Dian), @cindran (Cindra), @zakkyramdhan (Zakki), @Djamall (Jamal) dan @dafana (yayat) didampingi beberapa laskar Sangga Buana. Akhirnya penanaman dapat berlangsung dengan baik demi menancapkan masa depan alam sampai menjelang makan siang. Setelah makan siang, acara selesai dan #tanamsatupohon perdana selesai sudah.
Kegiatan demi masa depan ini tidak hanya berhenti sampai pada penanaman pohon semata, pemeliharaan pohon yang ditanam menjadi komitmen untuk mengawal pohon sampai siap tumbuh bersama alam.
Tanggal 8 Januari 2012, Wira akan melanjutkan kembali #tanamsatupohon di DAS Ciliwung yang berlokasi di belakang Universitas Gunadarma sampai Tonjong – Kelapa Dua.
Harapan agar kegiatan #tanamsatupohon sebagai bentuk investasi masa depan dan tanggungjawab pada lingkungan dapat berlangsung sebagai kegiatan berkala dan menjadi kegiatan yang dapat dilakukan di lokasi lainnya.
Rasa terimakasih atas peran serta seluruh komponen yang terlibat atas seluruh peran sertanya di #tanamsatupohon, baik langsung maupun tidak langsung – moril maupun materiil .. sebuah sokongan yang sangat berarti untuk masa depan kesegaran alam nan sejuk dan lebih berarti. (editor - @ekabees)
Langganan:
Postingan (Atom)
Mengenai Saya
- ekabees
- keberadaan saya didunia ... bagi saya adalah keberkahan yang sangat besar .. anugerah tiada tara .. dunia peternakan menjadi salah satu tempat terindah yang saat ini saya selami ... sedikit yang saya dapat berikan saat ini ... sedikit yang dapat saya abdikan saat ini ...